Haul ke-10 Gus Dur, Iman Setiadi: Membicarakan Gus Dur Diibaratkan Orang Buta Meraba Gajah


NU KETAPANG - Membicarakan Gus Dur adalah membicarakan sesuatu yang sangat besar, yang tidak bisa dibayangkan saking besarnya. Orang-orang yang berada disekelilingnya kadang kala tidak bisa mendiskripsikan siapa sebenarnya Gus Dur, apalagi mereka yang jauh tidak pernah bertemu dan mengenal Gus Dur, yang tahunya hanya dari berita-berita saja. Bahkan orang-orang terdekat dari Gus Dur pun kadang tidak mampu memahami pola fikir, tingkah laku dan jejak langkah yang dilakukan oleh Gus Dur.

Pernyataan itu disampaikan Iman Setiadi ketika menjadi pembicara pada acara Memperingati Haul ke-10 KH. Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal Gus Dur. Acara dikemas dengan Membincang Spirit Kemanusiaan Gus Dur itu didahului dengan pembacaan Istighotsah dan Tahlil untuk Almarhum Gus Dur. Kegiatan dilaksanakan pada malam pergantian tahun baru 2020, Selasa (31/12) di halaman Gedung Yayasan Islamiyah Al-Jihad Mulia Kerta Ketapang.

Lebih lanjut Iman Setiadi mengatakan, membicarakan Gus Dur itu diibaratkan orang buta meraba bentuknya seekor gajah. Ketika memegang ekornya, maka dia berkata Gus Dur itu adalah ekornya. Ketika terpegang kakinya, maka dia berfikir bahwa Gus Dur itu adalah kakinya. Begitulah seterusnya, ketika terpegang kepada gading, perut, telinganya dan lainnya, maka dia akan mensiskripsikan Gus Dur sesuai dengan pengetahuannya.

“Maka jangan heran kalau di luar sana, di media sosial, di dalam buku-buku, atau orang-orang yang pernah kenal dengan beliau, kemudian menggambarkan Gus Dur sesuai dengan pola fikir dan pemahaman mereka. Para seniman mendiskripsikan Gus Dur dari sisi seninya, kemudian para jurnalis pun mendiskripsikan Gus Dur dari sisi persnya.” Kata Iman Setiadi.

Lebih lanjut Wakil Katib Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Ketapang ini mengatakan, para aktivis olahraga, budayawan bahkan pejuang demokrasi juga akan mendiskripsikan Gus Dur sesuai dengan bidangnya. Bahkan para ulama pun akan mendiskripsikan Gus Dur dengan kapasitas keilmuan yang dimilikinya, termasuk bidang spritualitas yang dimiliki Gus Dur.

Gus Dur mempunyai hoby ziarah diberbagai tempat yang diyakini makam itu adalah para ulama dan waliyullah yang telah meninggal zaman dahulu. Seperti di Wonosobo pada tahun 1994, ketika beliau menemukan makam ulama pembawa Thariqah Naqsabandiyah pertama ke Indonesia, yang makamnya berada di tengah sawah, kemudian Gus Dur meminta untuk diantarkan ke tempat itu.

“Banyak yang tidak mengetahui makam tua yang berada di persawahan yang sepi itu, ternyata adalah makamnya penyebar Islam di tanah Jawa khususnya di Wonosobo dan pembawa Thareqah Naqsabandiyah pertama di Indonesia. Dia seorang ulama berasal dari Iran yang bernama Syekh Qudbudin” Kata Iman Setiadi.

Kemudian jika melihat tentang jejak langkah Gus Dur, terutama di zaman Orde Baru, Gus Dur merupakan sosok yang fenominal. Dia adalah pejuang demokrasi dan selalu melakukan perlawanan terhadap kedzoliman atau kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh Orde Baru kala itu terhadap masyarakat yang termarginalkan.

“Gus Dur melakukan aktivitas untuk berusaha mengerem langkah-langkah yang dilakukan Orde Baru melalui berbagai forum lintas agama maupun demokrasi. Oleh karena itu dari berbagai kelompok banyak yang mengakui bahwa Gus Dur adalah sosok yang luar biasa, dikarenakan selalu menolong kaum lemah dari ketertindasan.” Kata Iman Setiadi yang pernah terlibat di Forum Demokrasi bentukan Gus Dur ketika menjadi mahasiswa.

Ulama tasauf mengatakan, Gus Dur memang harus seperti itu, karena beliau termasuk Wali Hawariyyun. Hawari yang artinya penolong. Ciri-ciri dari Wali Hawariyyun adalah berani, suka membela orang yang teraniaya, hidup di tengah masyarakat laksana mercusuar yang menjadi petunjuk jalan dan hidupnya selalu dikelilingi fitnah. Dan hanya satu disepanjang masa, orang itu adalah Gus Dur yang diberikan pengetahuan kasyaf oleh Allah SWT.

Menurut Iman Setiadi, ketika menjadi ketua PBNU, Gus Dur sering sowan ke Wonosobo kepada gurunya KH. Dimyati. Iman Setiadi mengetahui karena saat itu dia sebagai santri di pondoknya Mbah Muntaha Al-Hafidz, tetapi juga dia masih mengaji di tempatnya Mbah Dimyati Mbumen Wonosobo yang kala itu sudah berusia 118 tahun.

“Gus Dur sering sowan kepada guru saya Mbah Dimyati Mbumen, tahun 1994 waktu saya masih ngaji disana, Gus Dur pernah bilang Suharto nanti akan saya ganti dengan Abdurrahman. Sempat kaget juga saya pada waktu itu, rasanya sulit dipercaya dan mustahil menurut saya. Namun akhirnya ucapan itu menjadi kenyataan, dan Gus Dur menjadi presiden ke-4.” Tutur Iman Setiadi.

Ketika Gus Dur sudah menjadi presiden, berjalan tiga bulan menjadi Presiden, beliau sowan kepada Kiyai Muntaha, beliau dikasi nasihat oleh Mbah Muntaha. “Waktu memberikan sambutan Gus Dur berkata, dirinya diberikan nasihat melalui sebuah ayat yang berbunyi Yaquuluunaa biafwaahihim maa laisa fii quluubihim (tidak sama antara ucapan dan yang tersimpan di hati nya). Ayat ini menjelaskan tentang orang munafik.” Tuturnya.

Menurut Iman Setiadi, sebenarnya Mbah Muntaha kala itu ingin memberitahu kepada Gus Dur, bahwa ada orang-orang munafik disekelilingnya yang akan menggulingkan kepemimpinannya sebagai Peresiden. Isyarat itu kemudian menjadi kenyataan, dan faktanya baru-baru ini diberitakan penemuan dokumen skenario semut merah yang menjadi viral tentang upaya pelengseran Gus Dur sebagai Presiden. Upaya penjatuhan Gus Dur itu ternyata yang melakukan adalah orang-orang terdekat.

“Kemudian setalah dari Mbah Muntaha, Gus Dur sowan lagi ke Mbah Dimyati. Oleh Mbah Dimyati beliau dikasi tombak, tombak itu namanya Rakuti. Waktu penyerahan tombak saya melihat dengan mengintip dari kamar. Ternyata tombak itupun hanya sebagai simbul saja. Tombak yang bernama Rakuti itu adalah nama seseorang yang menggulingkan Jayanegara dari puncak pimpinan kerajaan Majapahit.” Tuturnya.

Menurut Iman Setiadi, Intinya Mbah Dimyati ingin memberi tahu seperti yang disampaikan Mbah Muntaha melalui ayat yang dibacakan, bahwa Gus Dur itu kelak akan digulingkan oleh orang-orang seperti Rakuti. “Tapi walau Gus Dur sudah dikasi tahu seperti itu, Gus Dur sebenarnya sudah mengetahui apa yang akan terjadi kelak dengan dirinya, karena Gus Dur sebenarnya mukasyafah.” Kata Iman Setiadi. (ANUK).

Lebih baru Lebih lama
.



.