Seribu Berkah, Memuliakan Tamu


NU KETAPANG - Ibnu Abbas ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jika ada tamu masuk ke dalam rumah seorang mukmin, maka akan masuk bersama tamu itu seribu berkah dan seribu rahmat. Allah akan menulis untuk pemilik rumah itu pada setiap kali suap makanan yang dimakan tamu seperti pahala haji dan umrah”.

“Apabila seorang tamu memasuki (rumah) suatu kaum, ia masuk dengan membawa rizkinya sendiri. Apabila ia keluar, maka ia keluar dengan membawa ampunan bagi mereka” (HR. Ad-Dailamy melalui Anas ra).

Dari Imam Ibnul Jauzi al-Hambali dari Ibnu Abbas ra bahwa Nabi SAW bersabda, “satu dirham yang dibelanjakan seorang laki-laki untuk tamunya itu lebih utama dibanding seribu dinar yang diinfakkan di jalan Allah dan barangsiapa memuliakan tamu karena Allah, maka Allah akan memuliakan dia pada hari kiamat dengan seribu kemuliaan, Allah membebaskan dia dari neraka dan memasukkannnya ke surga” (Bustaanul Waa’idzin wa Riyadhus Saami’in I/49).

Dalam Kitab Hadits Arba’in An-Nawawiyah ke-15 disebutkan : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah memuliakan tamunya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Adakah tamu yang lebih mulia dan agung daripada Ramadhan ? Diibaratkan “seorang tamu” Ramadhan sudah sampai di depan pintu gerbang rumah kita. Hanya tinggal beberapa langkah saja. Kitapun tentu bersiap menyambutnya dengan segala sukacita, dada nan lapang, hati yang bersih dan tangan terbuka lebar untuk menyambut sang tamu itu. Mengapa ? karena Ramadhan telah dipersiapkan dan disediakan oleh Allah untuk segenap umat Nabi Muhammad SAW.

Rasulullah bersabda : “Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku sedang Ramadhan adalah bulan umatku…”
Sabda Rasulullah SAW selanjutnya, “Apabila permulaan malam Ramadhan tiba, maka Allah berfirman : Barangsiapa cinta kepadaku, maka Akupun cinta kepadanya, barangsiapa mencari Aku, maka Akupun mencarinya. Barangsiapa minta ampunanKu, maka Akupun mengampuninya, sebab demikian mulianya bulan Ramadhan…” (Durratun Nashihin).

Bahkan diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a : “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, kalau sekiranya umatku mengetahui apa-apa kebaikan di dalam bulan Ramadhan, niscaya mereka menginginkan agar sepanjang tahun semuanya bulan Ramadhan. Karena semua kebaikan terkumpul di bulan Ramadhan, ketaatan bisa diterima, semua doa dikabulkan, semua dosa diampuni dan surga rindu kepada mereka” (Zubdatul Wa’idhin).

Jadi, dari beberapa hadits di atas adalah sebuah keniscayaan bagi kita untuk dengan penuh suka cita menyambut kedatangan bulan mulia ini, bulan yang penuh dengan keberkahan, berlimpah karunia, hikmah dan kebaikan. Oleh karena itu, lazimnya dari semenjak tiba bulan Rajab kita sudah berharap agar dipertemukan sampai di bulan Ramadhan, dengan doa yang pasti sudah familiar di telinga kita “ Allahumma bariklana fi rajaba wa sya’bana, waballighna ramadhana” (Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami kenikmatan di bulan Ramadhan).

Adakah “sesuatu” yang berbeda Ramadhan tahun ini dengan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya ? Tentu saja, “perihatin dan cemas”  itulah yang kita rasakan sekarang. Sejak Virus Corona yang dari Wuhan China mewabah dunia, dan masuk ke Indonesia di awal 2020. Bahkan berlanjut di medio Maret, April bahkan mungkin sampai dua-tiga bulan ke depan, kita dilanda kepanikan yang sangat luar biasa. Sampai sekolah diliburkan, pegawai dirumahkan dan bahkan rutinitas amaliyah keagamaanpun dirumahkan. Tidak biasa, masjid, surau dan rumah ibadah lain menjadi sepi karena memang ada himbauan untuk beribadah di rumah masing-masing.

Bagaimana dengan Ramadhan ? Itulah barangkali yang membuat kita sedih dan perihatin, padahal kebiasaan baik kita meramaikan masjid dengan tarawih dan witir, tadarrus, kajian agama, i’tikaf di sepuluh malam terakhir ramadhan, ifthar bersama, silaturrahim dan nuansa Ramadhan yang penuh khidmat dan syahdu. Bagaimana dengan sekarang ? apabila Virus Corona belum sirna juga, maka bisa jadi kesyahduan Ramadhan yang sudah biasa kita rasakan pastilah terganggu.

Mahakata Ilahi dalam Kitab Suci mengatakan :

وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِۗ وَبَشِّرِ

 ٱلصَّٰبِرِينَ  ١٥٥ ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ  ١٥٦ أُوْلَٰٓئِكَ عَلَيۡهِمۡ
صَلَوَٰتٞ مِّن رَّبِّهِمۡ وَرَحۡمَةٞۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُهۡتَدُونَ  ١٥٧

Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" .Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang Sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Berdasarkan ayat di atas, bahwa Allah SWT memberi cobaan/ujian kepada manusia dengan al-khauf (rasa takut). Sesungguhnya bahaya virus Corono itu tidak seberapa dibandingkan dengan rasa takut (atau kepanikan) kita dalam menghadapinya. Sebab sebenarnya kalau kita berikhtiar lahir dan batin menghadapinya, maka virus itu akan cepat berlalu, Insya Allah. Cemaskah kita ? Wajar saja kalau perasaan takut, sedih dan cemas itu menimpa kita, asal tidak berlebihan.

Tapi kita harus yakin “ Likulli Syai’in Hikmah” Di setiap sesuatu itu pasti ada hikmahnya. Mari berpositif thinking saja, berhusnuzzhon kepada Allah. Pasti di balik ujian ini Allah SWT memberi ibroh kepada kita. Adakah yang salah pada diri kita, mari muhasabah. Egoisme, keserakahan, ketamakan, keangkuhan, hasud dan iri dengki yang selama ini bercokol pada diri kita bagai virus yang menggerogoti raga, sudah saatnya ditanggalkan. Allah memberi pelajaran banyak kepada kita, Corona itu sejatinya belum seberapa, tetapi dampaknya sungguh luar biasa.

Momentum Ramadhan tahun ini, adalah momentum kita berintrospeksi bahwa kita ini makhluk yang lemah. Ketika Allah turunkan mikroba yang bernama Corona itu, sekalipun teramat kecil wujudnya (sedemikian kecilnya sehinga tak tampak-secara kasat mata), akan tetapi subhanallah efeknya sangat luar biasa besarnya. Ini salah satu bukti kemahabesaran Allah, Rabb Izzati. Apabila Allah kehendaki sesuatu :  “Kun ! “ maka siapapun, apalagi makhluk lemah yang bernama manusia pasti tak akan mampu mengelaknya. Masih angkuhkah kita dengan “ayat-ayat” Allah ini ?

Dengan adanya “keharusan” kita stay at home (diam di rumah saja), sejatinya virus Corona memberikan pesan positif kepada kita, bahwa mari kita perkokoh lagi benteng ketahanan keluarga. Sudah saatnya seorang ayah kembali kepada tugas dan fungsinya, istri kembali kepada perannya dan anak-anak kembali dengan segala kelengkapan keceriaannya. Benteng itu ada di rumah. Rusaknya rumah tangga, rusak pula suatu bangsa. Bukankah sang Rasul yang mulia mengatakan : “Al-baitu madrasatul ula” (Rumah adalah sekolah pertama).

Kesibukan rutin yang selama ini dirasakan di rumah, kadang mengenyampingkan perhatian seorang ayah terhadap anaknya. Sehingga si anak mencari pelampiasan curhat kepada yang lain. Suami-isteri berselisih yang kemudian terjadi keretakan, boleh jadi karena ketidakmampuannya dalam memenej konflik dan kurangnya komukasi di rumah, lagi-lagi karena masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri. Maka memaksimalkan “stay at home” inilah sebuah ikhtiar, dan ini pula pelajaran berharga yang diberikan Allah dengan asbab wasilah virus Corona.

Betapun dengan berbagai kesulitan yang muncul akibat efek Corona ini, kita tetap wajib bersabar dan tawakkal kepada Allah. Tidak menutup kemungkinan dengan keberkahan Ramadhan dan antusiasme kita menyambutya dengan suka cita,  Insya Allah, ujian ini akan cepat berlalu untuk menjemput Ramadhan yang syahdu.

مرحا يا رمضان مرحبا يا شهرالصيام

Wallahul Muwafiq,

Muhammad Nashir Syam (Wakil Sekretaris PCNU Ketapang)

Lebih baru Lebih lama
.



.