Robo-Robo dan Mandi Safar Khasanah Melayu Ketapang



NU KETAPANG - Dalam khasanah kebudayaan, adat istiadat dan kearifan lokal masyarakat Melayu Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Rutinitas yang senantiasa digelar di bulan Safar dalam Kalender Hijriah adalah prosesi membaca do’a akasah tolak balak dan doa selamat. Acara akan digelar pada hari Rabu minggu terakhir di bulan Safar tersebut dilakukan di tempat terbuka, lengkap dengan jamuan makan pagi bersama. 


Menu hidangan utama tetap Ketupat Colet yang menjadi makanan khas masyarakat Melayu Ketapang pada hari raya lebaran. Sebab, ketupat dalam rangkaian acara ini setidaknya mewakili makna simbolik pelepasan dari kesusahan. Sebagaimana susahpayah orang mengayam daun kelapa menjadi ketupat, begitu akan dimakan, serasa mudah membelahnya dengan irisan pisau.  Apalagi ada khususan bentuk rupa ketuapatnya, biasa disembut kerupat doe selamat, dengan pola anyam daun belepas, sehingga harapan belepaslah dari segala kesusahpayahan dan kesialan hidup.


Karena diselenggarakan selalu dan pasti pada hari Rabu, maka sama seperti diwilayah lainya di Kalimantan Barat, acara dibulan Safar ini lebih dikenal dengan Robo-Robo. Adapun Robo-robo berasal dari nama Hari yaitu Rabu (Rabu berasal dari bahasa Arab yaitu Ar-bia'/Raba'a) dan diselenggarakan pada hari Rabu minggu terakhir dalam bulan Safar (Bulan dalam kalender Arab). Dialeg penyebutan lafadz huruf hijaiyyah sesuau makhraz dan hukum bacanya di baca dan tersebut RO, Sehingga memungkinkan pelafalan dialek menjadi Robo- Robo.  


Kita tentunya memaklumi, bahwa budaya mempunyai makna yang penting bagi tatanan kehidupan bermasyarakat. Budaya bisa membuat interaksi antar sesama manusia semakin menghargai perbedaan, dan sudut pandang pehaman satu dengan yang lainnya. Disisilain Melayu dalam melakukan adat kebiasaanya tentu tidak terlepas dari sandaran adat yang bersendikan syara’ syara’ bersendikan kitabbullah. Sehingga rangkaian ini tentu juga salah satu bagian yang dapat diakui sebagai kearah pendekatan diri kepada Sang Pencipta, Tafakur Alam, dan memuat nilai- nilai kebaikan dalam dinamika kehidupan sosial kemasyarakatan.


Seperti jelas nyata pada acara yang dilakukan pada pagi hari ini, membuat kebersamaan antar masyarakat sekitar menjadi penuh keakraban. Setelah salat subuh menuju tempat dimana akan digelarnya acara Robo – Robo tersebut. Umumnya dipakai adalah jalan- jalan umum yang dilalui dilingkungan setempat, menginggat jalan adalah bagian sentral alur utama penghubung antara satu dengan yang lainnya. Itu jika dahulu, sebab di kampung- kampung jalan-jalan itu masih akan sepi disaat pagi hari. Namun sekarang biasanya masih ada juga yang melakukannya di jalan akses ke dalam, seperti gang-gang atau memang kompleks perumahan, sehingga tidak menggangu akses jalan lalulintas pengendara. 


Dengan demikian masyarakat yang hadir dapat bersusun rapi, dan juga berharap ditempat jalan itu penuh keselamatan dan keberkahan dari digelarnya doa bersama. Ada juga menggelarnya di halaman rumah namun juga masih ditepian jalan. Demikian juga ada yang menyelenggarakannya di tepian laut atau pantai, atau tepian parit, atau sungai. Hal ini dapat dimaklumi, sebab setelah rangkaian acara makan- makan ,akan dilanjutkan mandi tolak bala air doa selamat, sehingga disebut juga mandi Safar.


Maka, bagi yang mandi masing – masing terpisah di rumah adakalanya, mereka membawa air tolak bala doa selamat dan Rajahan tulisan Ayat Al- Qur’an khusus bagian ayat tertentu yang ditulis pada daun Juang Andung. Daun Andung sudah menjadi simbol penyatu dalam unsur adat kebudayaan. Sebab dikalangan suku apapun identik menggunakan daun andung dalam prosesi pemapasan, seperti saat pemapasan tepung tawar untuk suku apapupun yang ada di Ketapang, untuk pengobatan, tanaman hias di taman rumah, tanaman di pekuburan dan keperluan lainnya. Setelah daun itu dituliskan Rajah Ayat- ayat barulah bisa dipakai dengan cara direndamkan pada wadah penampung air. Biasanya direndam dalam sumur ( perigi ) di dalam bak mandi atau bak penyimpanan air minum, cerek dan lainya.


Berkaitan dengan mandi safar ini, tentunya juga tidak menjadi suatu kewajiban. Namun mandi safar bisa di qiaskan dengan mandi taubat. Kayi Mangku Jaga Dilaga Ustadz Abdulsomad, Lc. Berpendapat “ Mandi safar itu bagian dari mandi taubat, sebaik- baiknya orang jikalau ada orang yang berbuat khilaf, berbuat dosa yang sebagus- bagusnya mandi, setelah itu shalat dua rakaat. Andainya dia mati dalam perjalan itu, maka matinya husnul khatimah”.


Maka, besar harapan kita, dengan rangkaian prosesi robo- robo dan mandi safar tersebut dapat menambah nilai- nilai kebaikan dalam kehidupan bermasyarakat.


Adapun prosesi rangkaian acara robo-robo yang umumnya dilakukan oleh masyarakat Ketapang yaitu:


1. Berkumpul ditempat terbuka, dengan membentang tikar dan duduk lesehan bersila. Kaum wanita ibu- ibu akan membawa ketupat dan lauk pauknya, saling membantu dalam jamuan pagi itu. Atau terkadang memang sudah disiapkan dari tuan rumah yang berhajat mau menyelenggarakan robo- robo di kediamannya.


2. Mereka akan duduk terpisah antara perempuan dan laki- laki.


3. Mereka yang hadir biasanya juga membawa air minum dalam botol- botol atau cerek untuk nanti setelah didoakan hendak dibawa pulang. Agar dapat dipakai untuk keluarga di rumah, atau untuk mandi dan siraman sesuai keperluan masing- masing.


4. Setelah berkumpul, maka berselang terbit fazar serasa sudah pagi, acara mulai dengan pembacaan do’a. Umumnya diawali bertawasul selanjutnya membaca surah- surah pendek Surah Al- Ikhlas 3x, Al- Falaq 3x, Annas 3x dan Al fatihah. Setelah itu membaca do’ Akasah, Do’a Tolak bala dan do’a selamat.


5. Disaat prosesi itu, segala hidangan jamuan ketupat colet, air minum, air kopi atau teh hangat dan juadah, serta air minum dalam botol terbuka, atau cerek maupun daun andong  yang sudah dirajah ayat Al- qur’an telah tersusun di hadapan segenap yang hadir. Saat didoakan jamuan dan perabahan itu semua sudah disajikan.


6. Selesai membaca do’a maka dianggap sebagai penutup, dan dilanjutkan jamuan makan bersama. Menikmati makan pagi layaknya keluarga.


7. Selesai itu, jika acara digelar dekat dengan tepian  parit, sungai atau laut dan sumur, maka akan dilanjutkan dengan mandi Safar.Atau mandi di rumah dengan air dan daun rajahan ayat tersebut.


Kita di Ketapang ini, ada adat dan hukum adat Melayu yaitu apabila tergolong sebenar adat, yakni intinya adat yang berasaskan Islam atau syarak. Adat ini tidak boleh diubah dan tidak boleh ditukar salin. Ada juga adat yang diadatkan, yakni semua ketentuan adat istiadat yang diberlakukan atas dasar musyawarah dan mufakat serta tidak menyimpang dari pada adat sebenar adat. Adat ini dapat berubah sesuai perkambangan zaman. Lalu ada Adat yang teradat, yakni kebiasaan yang diberlakukan dalam masyarakat yang tidak jelas asal – usulnya tetapi tidak bertentangan dengan Adat Sebenar Adat dan Adat yang Diadatkan. 


Adat yang Teradat inilah selalu berubah. Maka Ayahanda Al- Marhum  Muhammad Dardi D.Has dalam Karya Besarnya, Kebudayaan, Adat Istiadat dan Hukum Adat Melayu Ketapang, yang diterbitkan Kantor Informasi, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ketapang cetakan pertama tahun 2008 dalam sekapur sirihnya menyatakan “ dengan mengacu pada ketiga jenis adat tersebut, dapat disimpulkan bahwa adat istiadat Melayu adat istiadat yang mampu mengikuti perubahan dan perkembangan zaman, karena dilandasi ajaran Islam yang universal dan berlaku sepanjang zaman sebagai pedoman” demikian beliau mengemukan. Maka, tentu wajar saja tak hilang Melayu ditelan Zaman. 


Salah satu sumber yang dipegang selama ini dalam kahsannah mandi safar sekalipun tidak menjadi hujjah kebenaran mutlak, namun sudah mengakar dan bagian dari identitas khasanah kearifan lokal patut untuk tetap diapresiasi. Sumber yang ada antaralain adalah adanya termuat oleh  Syeikh Syarfuddin dalam kitabnya "Ta'liqah" hal ini ada dalam kitab “ Taj Al- Mulk “ atau yang biasa orang – orang tua menyebut kitab ini “ Tajul Mulok”  kitab ini berisi tatacara pengobatan, dan juga uraian penggunaan ayat-ayat sebagai pengobatan, di dalam kitab ini ada bab atau pasal yang menyatakan do’a mandi pada bulan Safar.  


Nah Syekh Syarfuddin menjelaskan bahwa  Ritual Mandi Safar pada malam Rabu terakhir bulan Shafar, dikemukanya bahwa Allah SWT menurunkan dua belas ribu macam bala (bencana berupa bencana alam maupun wabah penyakit atau cobaan, ujian, musibah) dari lauhul rnahfudz ke langit dunia. Sehingga untuk rnenghindarkan diri dari berbagai macam bala musibah tetsebut tersebut, beliau menuliskan tujuh ayat dari al-Qur'an kemudian diminum dengan niat untuk memperoleh kebaikan dan barokah. Pembahasan ini ada pada halaman ke 71 dipasal doa mandi dibulan Safar.


Adapun tujuh ayat yang disebut di dalam kitab “ Tajol Mulok “ ada terdapat dalam surat Yasin ayat 58, surah  ash-Shafat ayat 79, surah ash-Shafat ayat 109, surah ash-shafat ayat 120, surah  ash-Shafat ayat 130, surah az-zumat ayat 73, dan surah al-Qadar ayat 5. Ayat ini ditulis pada daun Juang Andong itu diawali dengan kalimat salam atau arabnya salamun. Maka, disebutkan oleh orang tua – tua guru- guru dahulu dengan sebutan “ Salamun Tujoh”. Di Ketapang tetap masih menggunakan daun Andong sebagai media tulisnya. Walupun ditenpatlain mungkin ada ditulis di bejana, piring, kertas, kain atau dauan- daun jenis lain, seperti daun Asam yang tua.


Ini juga bagian salah satu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, dinampakan dengan optimis dalam prosesi ini penuh pengharapan disertai munajat do’ a bersama semata- mata hanya memohon kepada Allah SWT. Apa salahnya jika semangat optimisme dan pengharapan baik, dilakukan secara bersama- sama. Ada jamuan sedekah makan minum, bermunajat doa kepada Allah, berdo’a Akasah, Tolak Bala’ dan Do’a Selamat, merajahkan ayat- ayat Al- Qur’an pada daun andong, meminum air doa selamat, mandi- mandi sebagai pembersihan diri disaat pagi hari.


Segala apapun atas ciptaan Allah SWT tentu penuh kebaikan, dan membuat kita patut berparasangka baik. Namun digelarnya prosesi ini, bukanlah lalu menjadikan adanya penilain yang buruk pada segala hari bulan dan tahun. Namun, dengan rangkaian acara ini betapa kita patut menginggat akan segala kebaikan dan kesempatan yang telah Allah berikan kepada kita, untuk selalu bersyukur dan menginggat segala musibah, ujian, bencana, dan bala’ itu pastilah ada dan atas kuasa Allahlah adanya juga. Sehingga acara prosesi ini dapat menjadi kontrol sosial, kontrol prilaku hidup manusia, mengembalikan diri kepada pengampunan Tuhan. Maka, patutlah hanya kepada Allah kita berserah, dengan segala ikhtiar dan doa – do’a. Mengembalikan diri agar tetap bersih secara jasmani maupun rohani..Sehingga hanya tinggal kita untuk dapat menjalankan sebaik mungkin setiap rangkaian prosesi agar tidak bergeser dari nilai- nilai  ugame. Allahu’alam.


Penulis : Zunaidi Nawawi, S.Pd.I.

Wakil Sekretaris PCNU Ketapang.


أحدث أقدم
.



.