Prinsip-Prinsip Dasar al-Qur’an Menetapkan Hukum



NU KETAPANG - Sejak nabi Isa AS diangkat oleh Allah[1], sedikit demi sedikit manusia mulai meninggalkan syari’at agama yang dibawa oleh beliau. Puncak kerusakan moral manusia dalam berbagai aspek kehidupan mereka terjadi pada sekitar 550 tahun berikutnya. Masa ini oleh ahli sejarah selanjutnya disebut sebagai zaman jahiliyah atau zaman kebodohan.

Di saat memuncaknya kerusakan moral manusia itulah, Allah swt. mengutus Nabi Muhammad saw sebagai Rasul terakhir sekaligus menjadi penutup para Nabi dan Rasul sebelumnya. Pada saat Nabi Muhammad saw. memasuki usia 40 tahun, Allah swt mmenetapkan beliau sebagai Nabi dan Rasul dengan diturunkannya wahyu pertama kali pada tanggal 17 Ramadhan 13 tahun sebelum hijrah bertepatan dengan 6 Agustus 610 M.[2]

Di antara fungsi al-Qur’an bagi umat manusia adalah sebagai pedoman hidup, baik menyangkut akidah, mu’amalah, ubudiyah, maupun akhlak. Petunjuk-petunjuk dalam al-Qur’an adalah sebatas garis-garis besarnya saja. Sedangkan petunjuk teknis dan terperinci adalah dari Nabi Muhammad saw. yang kita kenal dengan al-Hadits.

Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bagi umat manusia, di dalam menetapkan hukum tidak terlepas dari tiga prinsip dasar, yaitu menghilangkan kesempitan, sedikit beban, dan berangsur-angsur.[3]

1.    Menghilangkan Kesempitan (عدم الحرج )
Prinsip ini ditegaskan oleh Allah dalam surah al-Baqarah ayat 185[4] Artinya : “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” Dengan prinsip ini, tetnu kita yakin bahwa tidak ada hukum al-Qur’an yang tidak dapat dilaksanakan oleh manusia. Karena setiap masalah atau persoalan yang kemungkinan manusia tidak mampu menghadapinya atau tidak mampu melaksanakannya, al-Qur’an (Islam) senantiasa memberikan alternatif. Dan memang Allah tidak akan memberikan beban kepada manusia di luar batas kemampuan mereka (Q.S. al-Baqarah : 286)

Salah satu contoh prinsip ini seperti misalnya, perintah puasa di bulan Ramadhan adalah wajib bagi semua umat Islam yang mampu untuk berpuasa. Akan tetapi bagi orang yang sedang sakit atau sedang dalam perjalangn, maka puasa di bulan Ramdhan boleh tidak dilaksanakan namun tetap wajib mengqodha di hari-hari lain selain bulan Ramdhan. Begitu pula bagi orang lanjut usia atau orang sakit yang tidak ada lagi harapan sembuh, atau orang yang terpaksa berkeja berat (karena tidak lagi pekerjaan lain) yang membuat dirinya tidak mampu untuk berpuasa, maka kepada mereka ini tidak diwajib berpuasa dan tidak wajib mengqadha, tetapi cukup mengganti puasa dengan membayar fidyah.

Contoh lain, dalam melaksanakan sholat kita wajib berdiri. Akan tetapi jika kita tidak mampu berdiri, karena alasan syar’i, maka kita boleh sholat sambil duduk. Kalaupun kita juga tidak sanggup duduk, maka boleh sholat sambil berbaring. Atau berbaring juga tidak sanggup, maka kita boleh sholat dengan isyarat saja.

2.    Sidikit Beban ( تفقليل التكاليف )
Contoh dalam prinsip ini adalah seperti perintah sholat, puasa, zakat, dan haji. Semua perintah itu hanya sedikit saja beban yang diberikan kepada kita dibanding dengan ketersediaan waktu atau lainnya yang ada pada kita. Pertama sholat, yang dalam sehari semalam kita diwajibkan 5 kali. Katakanlan kalau satu sholat memakan waktu 10 menit, maka 5 waktu sholat cuma memakan waktu 50 menit (dibulatkan menjadi 60 menit atau sama denan 1 jam).Dalam sehari semalam ada 24 jam, sementara yang kita gunakan untuk sholat hanya 1 jam, sementara sisanya 23 jam terserah kita untuk memanfaatkannya demi kepentingan hidup.  

Kedua puasa, yang dalam setahun hanya diperintahkan 1 bulan untuk melaksanakannya. Satu tahun sama dengan 365 hari, sementara kita diwajibkan berpuasa hanya 29 atau 30 hari saja. Sisanya dapat kita pergunakan untuk kepentingan hidup lainnya. Ketiga zakat, yang salam setahun kita hanya diwajibkan membayar zakat fitrah 2,5 kg beras atau makanan pokok lainnya. Jauh lebih banyak beras atau makanan pokok lainnya yang  kita makan, ketimbang yang diperintahkan untuk membayar zakat. Demikian pula dengan harta benda dan pengahsailan lainnya, kita hanya diperintahkan untuk membayar zakat hanya 2,5 %. Dan keempat haji. Perintah haji ini hanya diwajibkan kepada umat Islam yang mempunyai kemampuan saja, baik kemampuan fisik, mental, finansial, dan sebagainya, sementara yang tiadak atau belum punya kemampuan, tidak ada kewajiban untuk melaksanakan haji. Di samping itu, perintah haji hanya satu kali dalam seumur hidup. 

3.    Berangsur-angsur ( التد ريح في الشريع )
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad secara berangsur-angsur dan bertahap sedikit demi sedikit hingga memakai waktu sampai 22 tahun 2 bulan 22 hari. Ini sebuah isyarat bahwa hukum ditetapkan secara bertahap dan tidak sekaligus. Salah satu contoh penetapan hukum secara bertahap ini adalah perintah meninggalkan minuman keras (khamar, narkoba, dan sejensinya). Tahap pertama al-Qur’an hanya menjelaskan bahwa mudarat (dosa) khamar atau minuman keras itu lebih besar ketimbang manfaatnya. Setalah tapap pertama ini diterima, maka tahap berikutnya menetapkan larangan melaksanakan sholat ketika sedang mabuk (karena menum khamar). Kemudian setelah itu baru tahap terakhir, yaitu tahap final yang menetapkan bahwa khamar, minuman keras, narkoba, dan sejenisnya adalah haram dikonsumsi.

Inilah tiga prinsip pokok al-Qur’an dalam menetapka hukum untuk dapat dilaksanakan oleh umat manusia, khususnya oleh umat Islam. Tentu masih ada prinsip-prinsip lain yang tidak dapat diungkapkan di sini, karena bisa jadi semuanya adalah sama, yakni untuk kepentingan hidup manusia di dunia dan adi akhirat. Intinya adalah bahwa semua perintah dan larangan di dalam al-Qur’an bertujuan untuk membimbing manusia ke jalan yang baik dan benar.  *** semoga bermanfaat ***


[1] DIslam tidak dikenal hari wafatnya Isa Al-Masih, karena beliau diangkat oleh Allah saat terjadi peritiwa upaya pembunuhan terhadap beliau oleh orang-orang Bani Israil.
[2]Para ulama berbeda pendapat tentang tanggal turunya al-Qur’an pertama kali. Namun pendapat yang masyhur disepakati bahwa al-Qur’an pertama kali diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan.
[3]Mustaghfiri Asror, 2003, Bunga Rampai Kultum Ramadhan, Semarang : Penebit Aneka Ilmu alam, hal. 151 - 154
[4]Di samping itu juga ditegaskan pula dalam surah an-Nisa’ ayat 28, dan surah al-Maidah ayat 6


Oleh Drs. H. As’ad Afifi
Penulis Pengurus Cabang NU Ketapang 
(Sebuah Tema Untuk Menyongsong Peringaran Nuzulul Qur’an 1440 H / 2019 M)


أحدث أقدم
.



.