اَلْحَمْدُ
لله، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ الْفُرْقَانَ لِلْعَالَمِيْنَ
بَشِيْرًا وَنَذَيِرًا، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
الْمَبْعُوْثُ الَّذِيْ أَنْزَلَ عَلَيْنَا بِأَنْوَاعِ النِّعَمِ
مِدْرَارًا. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُطَهِّرُوْنَ اللهَ
تَطْهِيْرًا. فَيَا اَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ
وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ
فِىْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ. بسم الله الرحمن الرحيم، إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ
فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ، وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ،
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ ، تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ
وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ ، سَلَامٌ هِيَ
حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
Hadirin sidang Jumat hafidhakumullah,
Saya
berwasiat kepada pribadi saya sendiri, juga para hadirin sekalian,
marilah kita tingkatkan takwa kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala
dengan berusaha menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi
larangan-larangan-Nya.
Hadirin,
Kita
sekarang sudah memasuki bagian-bagian akhir pada bulan Ramadhan. Kita
perlu mengoreksi diri kita sendiri sebagai bahan evaluasi. Mulai awal
Ramadhan kemarin sampai hari ini: apakah kualitas dan kuantitas ibadah
kita sudah sesuai yang kita harapkan?. Apabila sudah, mari kita jaga
sekuat tenaga hingga akhir Ramadhan. Jika belum sesuai dengan ekspektasi
kita, mari kita tingkatkan dengan sebaik-baiknya. Karena,
اِنَّمَا الْاَعْمَالُ بِالْخَوَاتِمِ
Artinya: “Setiap amal tergantung dengan endingnya”
Seperti
orang yang sedang membangun rumah. Kita ini sudah membangun rumah 70
persen. Bagaimana yang 30 persen sisanya, ini sangat menentukan. Kalau finishing-nya bagus, akan jadi rumah yang indah, tapi jika finishing-nya
dikerjakan secara asal-asalan, tentu rumah yang dibangun dengan
permulaan susah payah, hanya akan mendapatkan nilai buruk hanya masalah
30 persen yang akhir adalah buruk.
Ada
beberapa hal yang perlu kita perhatikan pada sepertiga bulan Ramadhan
akhir ini. Di antaranya bahwa Allah menciptakan umat Muhammad penuh
dengan keistimewaan. Sebagian keistimewaannya adalah Allah menciptakan
umat Muhammad sebagai umat yang lahir di muka bumi ini pada bagian
paling akhir. Kenapa? Karena apabila ada umat Muhammad yang menjadi
seorang pendosa, seumpama ia mati, di kuburan disiksa tidak terlalu lama
lagi kiamat akan datang, ia akan dientaskan dari siksaan kubur. Jika ia
dalam keadaan membawa iman, ia akan berpeluang besar mendapatkan
syafa’at Rasulullah ﷺ. Kata Rasulullah ﷺ:
شَفَاعَتِيْ لِاَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ اُمَّتِىْ
Artinya: “Syafa’atku untuk para pendosa besar dari umatku.” (HR Abu Dawud dan At- Tirmidzi)
Ada
keutamaan lain, umat Muhammad tidak diciptakan oleh Allah dengan umur
yang panjang-panjang, 500 tahun, 700 tahun dan lain sebagai. Umur umat
Muhammad rata-rata antara 60 sampai 70 tahun. Hal ini sebutkan dalam
hadits Nabi:
أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ.
Artinya: “Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun. Sedikit di antara mereka yang melewati usia tersebut.” (HR At-Tirmidzi)
Umur
yang pendek-pendek ini di antara hikmahnya adalah supaya umat Muhammad
tidak capek-capek beribadah yang panjang. Umat Muhammad diberi oleh
Allah umur yang pendek, namun dalam pendeknya umur, Allah memberikan
peluang lailatul qadar sehingga apabila lailatul qadar ini bisa
digunakan dengan baik, hal tersebut lebih baik daripada seribu bulan
atau 83 tahun lebih yang tidak malam lailatul qadarnya. Maka, seumpama
ada umat Muhammad mulai ia baligh sekitar umur 13 tahun, setiap tahun ia
bisa menggunakan malam laitalul qadar dengan sebaik mungkin sedangkan
umurnya sampai 63 tahun, ia berarti telah menjalankan ibadah lebih baik
dari 4.500 tahun yang tidak ada lailatul qadarnya. Betapa Allah sungguh
memuliakan umat Muhammad dibandingkan umat yang lain.
Lailatul
qadar tidak bisa dipastikan jatuhnya kapan. Bisa pada awal Ramadhan,
tengah ataupun di bagian akhir Ramadhan. Hal ini tidak dijelaskan secara
pasti supaya kita mau menjaring terus menerus. Dengan begitu, selama
Ramadhan kita berusaha memenuhinya dengan ibadah-ibadah. Hanya saja,
secara umum memang lailatul qadar itu banyak yang jatuh pada kisaran 10
hari terakhir bulan Ramadhan.
Rasulullah
begitu tampak sikapnya bagaimana beliau memenuhi sepuluh hari terakhir
bulan Ramadhan. Di antaranya Rasulullah telah memberikan contoh kepada
kita melalui hadits yang diriwayatkan oleh istrinya Aisyah radliyallahu anha:
كانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ العَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
Artinya:
“Nabi ﷺ ketika memasuki sepuluh hari terakhir mengencangkan sarungnya,
menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR Bukhari
Muslim)
Pengertian “mengencangkan sarungnya”,
sebagaimana disebutkan Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam tafsirnya
Fathul Bari, adalah Rasulullah ﷺ memisahkan diri dari istrinya, tidak
menggauli istri beliau selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
Rasulullah lebih fokus ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Hadits
tersebut terkandung maksud bahwa cara Rasulullah menghidupkan malam
lailatul qadar adalah dengan tidak menjadikan sepuluh malam terakhir
bulan Ramadhan tersebut sebagai momen bermals-malasan dan sarat tidur.
Orang tidur sama dengan mati, maka lawan katanya adalah menghidupkan.
Rasulullah menghidupkan malam dengan terjaga, beribadah, tidak
mengisinya dengan tidur.
Selain itu, Baginda
Nabi juga memperhatikan masalah ibadah keluarganya. Beliau tidak ibadah
sendirian sedangkan keluarga yang lain santai-santai, tidak. Rasulullah
membangunkan keluarganya untuk beribadah malam, bersujud kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Hadirin hafidhakumullah,
Amalan
lain yang selalu dilakukan oleh Rasulullah pada sepuluh malam terakhir
di bulan Ramadhan adalah i'tikaf. Kisah ini diceritakan oleh Sayyidatina
Aisyah radliyallahu anha, istri beliau:
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ
الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ، ثُمَّ اعْتَكَفَ
أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Artinya:
“Sesungguhnya Nabi Muhammad ﷺ i'tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan sampai beliau dipanggil oleh Allah subhanahu wa ta’ala kemudian
istri-istri beliau i'tikaf setelah beliau kembali ke rahmatullah.” (HR
Bukhari)
Hadirin…
Hadits
di atas menunjukkan bahwa i'tikaf merupakan perkerjaan penting sehingga
Rasulullah melaksanakan tidak hanya beberapa hari saja di sepuluh akhir
bulan Ramadhan. Tidak juga hanya melaksanakan pada salah satu Ramadhan,
namun setiap sepuluh akhir Ramadhan sampai beliau meninggalkankan
dunia. Kita patut mencontoh sunnah Nabi yang seperti ini. Dalam kitab Al-Majmu’ syarah Al-Muhadzab disebutkan:
قَالَ
الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ وَمَنْ أَرَادَ الِاقْتِدَاءَ بِالنَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي اعتكاف الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ
رَمَضَانَ
Kata
Imam As-Syafi’i dan murid-muridnya “Barangsiapa yang ingin mengikuti
Nabi ﷺ dalam menjalankan I’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan
فَيَنْبَغِي أَنْ يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ قَبْلَ غُرُوبِ الشَّمْسِ لَيْلَةَ الْحَادِي وَالْعِشْرِينَ منه
Maka hendaknya ia masuk masjid pada tanggal 20 Ramadhan sore hari sebelum memasuki malamnya tanggal 21.
Hal ini penting dilakukan supaya apa?
لِكَيْلاَ يَفُوْتُهُ شَيْئٌ مِنْهُ
Supaya tidak terlewatkan sedikitpun waktu untuk i’tikaf.
Kemudian
kapan selesai i’tikafnya? Kalau ingin secara total mengikuti Rasul
seratus persen dalam hal ini, Imam Nawawi melanjutkan
وَيَخْرُجُ بَعْدَ غُرُوبِ الشَّمْسِ لَيْلَةَ الْعِيدِ
Keluarnya setelah melewati maghrib malam hari raya Idul Fitri
سَوَاءٌ تَمَّ الشَّهْرُ أَوْ نَقَصَ
Baik hitungan bulannya penuh 30 hari atau pun hanya 29
وَالْأَفْضَلُ
أَنْ يَمْكُثَ لَيْلَةَ الْعِيدِ فِي الْمَسْجِدِ حَتَّى يُصَلِّيَ فِيهِ
صَلَاةَ الْعِيدِ أَوْ يَخْرُجَ مِنْهُ إلَى الْمُصَلَّى لِصَلَاةِ العيد
اِنْ صَلَّوْهَا فِي الْمُصَلَّى
Namun yang paling utama adalah tetap berdiam di masjid sampai melaksanakan shalat id sekalian.
Sebagaimana
kita ketahui bahwa I’tikaf hukumnya adalah sunnah, namun I’tikaf pada
sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan hukumnya lebih sunnah atau
sunnah muakkadah, sunnah yang sangat kuat. (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah
Al-Muhadzab, juz 6, halaman 375)
Hadirin hafidzkumullah,
Pada bulan Ramadhan juga disebutkan sebagai bulan Al-Quran.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Artinya:
“Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Quran
sebagai petunjuk bagi manusia dan menjadi penjelas dari petunjuk dan
dari petunjuk-petunjuk itu dan menjadi pembeda (dari perkara yang haq
dan bathil).” (QS Al-Baqarah: 185)
Pada bulan
Ramadhan Rasulullah juga memperlakukan dengan istimewa. Tidak
sebagaimana bulan-bulan yang lain, pada bulan ini beliau bertadarus
dengan malaikat Jibril. Rasulullah ﷺ membaca satu ayat, malaikat Jibril
membaca satu ayat secara bergantian sampai khatam dalam sebulan.
Kemudian kita melestarikan tradisi bertadarus bersama dengan keluarga
dan saudara kita berawal dari kisah ini.
Imam
Syafi’i apabila di luar Ramadhan selalu mengkhatamkan Al-Qur'an sehari
sekali dalam shalatnya. Namun apabila pada bulan Ramadhan, dalam sehari
semalam beliau menghatamkan Al-Qur'an dalam shalat sebanyak dua kali
khataman.
Oleh karena itu, mari pada bulan
Al-Qur'an ini, kita perbanyak bacaan Al-Qur'an kita. Bagi yang belum
bisa, jadilah Ramadhan ini sebagai tonggak awal kita dalam mempelajari
Al-Qur'an sesuai tajwid kepada guru yang mumpuni dan di kemudian hari
bisa sebagai bahan dasar untuk membaca Al-Qur'an.
Pada
akhirnya, dalam khutbah ini, saya mengajak kepada para hadirin, untuk
bersungguh-sungguh memenuhi puasa Ramadhan dan beribadah malamnya dengan
sebaik mungkin. Semoga kita dan keluarga kita senantiasa mendapatkan
pertolongan dari Allah subhanahu wa ta’ala untuk menjalankan
ketaatan-ketaatan yang pada akhirnya kelak kita meninggalkan dunia ini
dalam keadaan husnul khatiman, amin.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَجَعَلَنِيْ
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاِت وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ.
إِنَّهُ هُوَ البَرُّ التَّوَّابُ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ. أعُوذُ بِاللهِ
مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيْم، بسم الله الرحمن الرحيم، وَالْعَصْرِ (١)
إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (٢) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣) ـ
وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرّاحِمِيْنَ ـ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ
وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا
كِثيْرًا
أَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ
وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ
بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ
تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ
اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ
مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر
وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ
وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللهُمَّ أَعِزِّ
اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ
وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ
وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ
الدِّيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ
عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ
اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا
اِنْدُونِيْسِيَّا خَآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا
ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ
يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ
وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren Raudhatul Quran an-Nasimiyyah, Semarang