NU KETAPANG - Biasanya
nama A. Samad, ditulis Abdul, seperti nama Ustad Abdul Somad. Tetapi nama ayah
saya, Abdus Samad. Saya bertanya - tanya darimana Kakek saya yang orang kauman
mendapatkan nama itu?
Hingga akhirnya perjalanan berkah ini membawa saya pada satu
Plang nama Gang, di mana dulu istri saya menginap selama kuliah. Di rumah
almarhum pamannya. Di Tanjung Raya II Gang Haji Abdus Samad.
Tak jauh dari rumah itu, Di kompleks pemakaman Haji Muhammad
Yusuf Saigon, dijalan Yusuf Karim, Pontianak Timur, tepat di sebelah kanan
sebelum kita masuk ke cungkup makam Sang pembuka Kampung Saigon keturunan
Banjar itu, terdapat sebuah makam bertulis Mufti Al Hajj Abdus Samad Bin Al
Hajj Muhammad Saleh. Dari sinilah, mungkin nama Ayah saya berasal.
Baca juga:
Nama Al Hajj Muhammad Saleh sendiri, tercantum dalam Buku
Misteri Kota Yang Hilang sebagai Mufti Pertama Kerajaan Matan di zaman
Panembahan Al Hajj Muhammad Sabran. Mufti yang termasuk suku Kaum.
Beliau lulusan Madrasah Shaulatiyah, Makkah.
Di Madrasah Shaulatiyah, beliau berada di bawah bimbingan
Tengku Mahmud Zuhdi, yang setelah pulang menjadi Syaikhul Islam Selangor.
Yang bersanad ilmu ke Syaikh Ahmad Al Fatani lalu pada
Syaikh Nawawi Al Bantani. Masih dari almamater yang sama.
Di Madrasah yang berdiri atas Wakaf seorang wanita India
keturunan Sayidina Ustman bin Affan ini, Syaikh Abdus Samad meneruskan kiprah
santri Nusantara setelah era KH. Hasyim Asyari pendiri NU dan KH. Ahmad Dahlan
Pendiri Muhammadiyah.
Beliau pulang ke Nusantara antara 1924-1925, oleh Saudagar
pemiliki perkebunan Karet Haji Yusuf Saigon dan Adiknya Muhammad Arsyad, Syaikh
Abdus Samad diajak mendirikan Madrasah Saigoniyah. Beliau menjadi Mudirnya.
Diantara murid beliau yang terkenal adalah H. Mohtar Nasir,
Yang berasal dari Kampung Kaum Ketapang, seorang Ulama Pensiunan Kepala Kanwil
DKI Jakarta yang menjadi Imam Besar Pertama Masjid Istiqlal.
Penulis: Agus Kurniawan
Ketua LTN (Lembaga Ta’lif wa Nasyr) Nadlatul Ulama (NU)
Ketapang /
Penelitin Sejarah dan Budayawan Ketapang