Empat Komitmen Pacsa Ramadhan


NU KETAPANG - Setelah Ramadhan berakhir, diantara yang harus kita lakukan adalah memperkuat dan membuktikan komitmen kita terhadap empat hal yang amat penting dalam kehidupan pribadi, keluarga dan kemasyarakatan.


Pertama, komitmen kepada Allah swt sebagai Tuhan yang benar. Setiap kita tentu sudah memahami bahwa menuhankan Allah swt tidak cukup hanya dengan pernyataan, tapi harus kita buktikan dengan sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan ketentuan Allah swt. Ramadhan kita akhiri dengan gema takbir, tahlil dan tahmid, suatu penegasan dari kita bahwa kepada Allah swt kita perkuat komitmen ketuhanan. 


Bila kita sudah memiliki komitmen kepada Allah swt, segala keterikatan kepada yang lain kita sesuaikan dengan keterikatan kepada Allah swt. Kita bisa belajar dari seorang sahabat Saad bin Abi Waqash yang dengan tegas berkata kepada ibunya yang mogok makan karena protes atas keislamannya: “Seandainya ibu punya seratus nyawa, ibu mati, hidup lagi dan mogok makan lagi hingga mati, lalu hidup lagi, saya tidak akan keluar dari Islam.”


Baca juga:


Komitmen yang kuat kepada Allah swt membuat kita akan menyesuaikan diri dengan segala ketentuan-ketentuan-Nya. Allah swt berfirman:


ﺛُﻢَّ ﺟَﻌَﻠْﻨَﺎﻙَ ﻋَﻠَﻰ ﺷَﺮِﻳﻌَﺔٍ ﻣِﻦَ ﺍﻷﻣْﺮِ ﻓَﺎﺗَّﺒِﻌْﻬَﺎ ﻭَﻻ ﺗَﺘَّﺒِﻊْ ﺃَﻫْﻮَﺍﺀَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻻ ﻳَﻌْﻠَﻤُﻮﻥَ


Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui (QS Al Jatsiyah [45]:18).


Satu hal yang harus kita waspadai bahwa banyak orang mengaku beriman kepada Allah swt, tapi ternyata tidak mau komitmen kepada segala ketentuan-Nya. Ini merupakan keimanan yang tidak ideal, bahkan bisa jadi tidak diakui oleh Rasulullah saw, dalam satu hadits beliau bersabda:


ﻻَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﻫَﻮَﺍﻩُ ﺗَﺒَﻌًﺎ ﻟِﻤَﺎ ﺟِﺌْﺖُ ﺑِﻪِ

Tidak beriman seseorang diantara kamu sehingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (syari’at Islam). (HR. Thabrani).


Ibadah puasa Ramadhan yang baru saja kita lewati mendidik kita agar memiliki kekuatan komitmen kepada Allah swt, dan ini harus kita buktikan keberhasilannya.


Kedua, yang harus kita kuatkan adalah komitmen untuk selalu menjaga kemuliaan pribadi, keluarga dan masyarakat dengan akhlak yang mulia. Satu hal yang harus kita sadari bahwa sekarang ini diantara masyarakat kita banyak yang menunjukkan akhlak yang tercela, bahkan sangat tercela dan amat rendah. Fakta yang diberitakan oleh berbagai media massa semakin mengkhawatirkan, bahkan mencekam perasaan kita semua, apalagi diperkuat dengan data yang tidak perlu kita ragukan. 


Pornografi yang bertubi-tubi menyerang generasi kita telah menunjukkan hasilnya yang sangat menakutkan mulai dari pergaulan bebas tanpa batas antara pria dengan wanita, perzinahan yang merajalela, pengguguran kandungan yang semakin banyak, hingga pemerkosaan yang disertai dengan pembunuhan, bahkan yang amat memilukan adalah sampai ada bapak menzinahi anaknya hingga anak menzinahi ibunya, naudzubillah, ada apa dengan masyarakat kita sekarang, mengapa semua ini harus terjadi?.


Baca juga:


Karena itu, rasa malu untuk melakukan yang tercela membuat kita dapat mempertahankan kemuliaan pribadi, keluarga dan masyarakat, dan ini berpangkal dari keimanan dan keterikatan yang kokoh kepada Allah swt, Rasulullah saw bersabda :

ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺀُ ﺷُﻌْﺒَﺔٌ ﻣِﻦَ ﺍْﻟِﺎﻳْﻤَﺎﻥِ


Malu itu cabang dari iman” (HR. Bukhari).


Antara keimanan dengan rasa malu merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dan tidak boleh dipisah-pisahkan, seperti dua sisi mata uang yang tidak diakui dan tidak bisa digunakan sebagai alat pembayaran yang sah. Bila malu tidak ada pada jiwa seseorang yang mengaku beriman, maka pada hakikatnya ia tidak beriman, paling tidak pada saat rasa malu itu tidak dimilikinya, Rasulullah Saw bersabda:


ﺍِﻥَّ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺀَ ﻭَﺍْﻟِﺎﻳْﻤَﺎﻥَ ﻗُﺮِﻧَﺎ ﺟَﻤِﻴْﻌًﺎ ﻓَﺎِﺫَﺍ ﺭُﻓِﻊَ ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ ﺭُﻓِﻊَ ﺍْﻻَﺧَﺮُ


Sesungguhnya malu dan iman dua hal yang digandeng, tak dapat berpisah. Bila salah satunya diambil, yang lain akan ikut terambil (HR. Hakim dan Baihaki).


Ketiga, komitmen untuk selalu menjadi bagian dari solusi atas berbagai persoalan orang lain. Kehidupan masyarakat kita sekarang harus berhadapan dengan begitu banyak persoalan, mulai dari kesulitan ekonomi, mendidik anak dan keluarga hingga pengaruh negatif dari kemajuan informasi dan komunikasi. 


Setiap kita seharusnya bisa menjadi bagian dari solusi untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat, sekecil apapun peran yang bisa kita mainkan, minimalnya adalah bisa memecahkan persoalan sendiri. Bila kita bisa pecahkan persoalan orang lain di dunia ini, kitapun akan mendapat pemecahan masalah di akhirat, Rasulullah saw bersabda:


ﻣَﻦْ ﻧَﻔَّﺲَ ﻋَﻦْ ﻣُﺴْﻠِﻢٍ ﻛُﺮْﺑَﺔً ﻣِﻦْ ﻛُﺮَﺏِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻧَﻔَّﺲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻛُﺮْﺑَﺔً ﻣِﻦْ ﻛُﺮَﺏِ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺴَّﺮَﻋَﻠَﻰ ﻣُﻌْﺴِﺮٍ ﻳَﺴَّﺮَﻩُ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻓِﻰ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﺍْﻷَﺧِﺮَﺓِ ﻭَﺍﻟﻠﻪُ ﻓِﻰ ﻋَﻮْﻥِ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪِ ﻣَﺎﻛَﺎﻥَ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪُ ﻓِﻰ ﻋَﻮْﻥِ ﺃَﺧِﻴْﻪِ


Barangsiapa menghilangkan kesusahan seorang muslim, niscaya Allah akan menghilangkan satu kesusahannya di hari kiamat. Barangsiapa menutup aib seorang muslim, niscaya Allah akan menutup aibnya di hari kiamat. Allah selalu menolong seorang hamba selama dia menolong saudaranya (HR. Muslim).


Ketika Rasulullah saw dan para sahabat hijrah ke Madinah, para sahabat Madinah siap membantu dan mengatasi kesulitan sahabat dari Makkah. Saad bin Rabi yang orang Madinah menawarkan setengah harta bahkan satu isterinya bisa saja diceraikan agar bisa menikah nantinya dengan Abdurrahman bin Auf. Tawaran yang menarik itu tidak diterima oleh Abdurrahman, ia lebih suka diantar ke pasar agar bisa melakukan usaha dan ternyata dalam hitungan hari di Madinah, Abdurrahman sudah bisa mandiri dari sisi ekonomi, bahkan ia bisa menikah dengan wanita Madinah dengan mahar sekitar 15 gram emas. Ini menunjukkan bahwa, Abdurrahman ingin bisa menyelesaikan persoalan dirinya sebelum bisa menjadi bagian dari solusi atas persoalan orang lain.


Pelajaran yang dapat kita ambil adalah setiap kita harus berusaha untuk bisa keluar dari setiap persoalan yang kita hadapi, namun bila tidak mampu, kitapun jangan sungkan untuk meminta bantuan orang lain. Ketika ketika bisa memberi solusi atas persoalan lain meskipun hanya berupa saran dan pendapat, maka itu sudah termasuk sedekah, dalam satu hadits Rasulullah saw bersabda:


ﻭَﺑَﺼَﺮُﻙَ ﻟِﻠﺮَّﺟُﻞِ ﺍﻟﺮَّﺩِﻯْﺀِ ﺍﻟْﺒَﺼَﺮِ ﻟَﻚَ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ


Bimbinganmu untuk orang yang lemah pandangannya adalah sedekah bagimu (HR. Tirmidzi).


Komitmen Keempat yang harus kita kuatkan sebagai muslim adalah menjadikan masjid, surau atau musholla sebagai pusat pembinaan umat. Untuk melaksanakan ketiga hal di atas, salah satu yang harus mendapat porsi besar dari kita semua adalah menjadikan dan mengembalikan masjid sebagai sarana dan fungsi tarbiyyah (pendidikan dan pembinaan).


 Selama Ramadhan, ikatan batin kita dengan masjid telah kita perkuat, karenanya mulai hari ini kita pelihara penguatan itu. Paling tidak ada dua aspek yang harus dipertajam dalam konteks masjid sebagai sarana dan fungsi tarbiyyah, ini amat memerlukan perhatian dan kerjasama antar pengurus dan jamaah masjid. 


Pertama, aspek keilmuan, masjid harus menjadi pusat ilmu dan jamaah kita jangan sampai menjadi orang awam yang tidak punya pemahaman tentang ajaran Islam. Karena itu, jamaah harus memberi tahu kepada pengurus masjid tentang apa yang belum dipahami dari ajaran Islam dan pengurus masjidpun harus mencari tahu, apa yang belum dipahami oleh jamaahnya dari ajaran Islam. 


Selanjutnya ini menjadi kurikulum pengajian dan khutbah sehingga jamaah kita harus betul-betul memahami ajaran Islam secara utuh dan menyeluruh. Pemahaman yang baik tentang Islam menjadi amat mendasar, karena setiap muslim sangat dituntut untuk beramal shaleh, dan darimana orang bisa beramal shaleh bila memahami tentang apa yang harus diamalkan saja tidak tahu.


Kedua, aspek pembentukan karakter. Jamaah kita jangan sekadar punya pemahaman tentang Islam, tapi harus terbentuk karakter sebagaimana mestinya. Ketika ilmu mengajarkan bahwa tamu harus dihormati, maka karakter jamaah kita menunjukkan penghormatan kepada tamu. Ketika ilmu mengajarkan bahwa sayangi keluarga, maka tidak ada kekerasan dalam keluarga serta hal-hal yang bisa merusak fisik dan mentalnya, anggota keluarga saling berusaha untuk bisa masuk surga sama-sama. 


Ketika ilmu mengajarkan bahwa kita harus saling menghormati, maka penghormatan satu dengan lainnya dapat terwujud indah sehingga tidak ada konflik, penganiayaan, kezaliman dan permusuhan. Ketika ilmu mengajarkan mencari rizki secara halal, maka praktiknya tidak akan menghalalkan segala cara, apalagi sampai mencari pembenaran secara hukum agar sesuatu yang tidak halal seolah-olah menjadi halal, dan begitulah seterusnya. Atas semua ini, Rasulullah saw bersabda:


ﺍَﺷَﺪُّ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻋَﺬَﺍﺑًﺎ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻋَﺎﻟِﻢٌ ﻟَﻢْ ﻳَﻨْﻔَﻌْﻪُ ﻋِﻠْﻤُﻪُ


Orang yang paling keras siksanya pada hari kiamat adalah orang yang berilmu tapi tidak dimanfaatkannya (HR. Thabrani dari Abu Hurairah ra).


Karakter yang sering kita abaikan adalah karakter selalu peduli dengan kebersihan. Masih banyak kita temui sarana WC atau toilet masjid yang mengesankan jorok dan tak terawat. Tempat wudhu dan saluran pembuangan air yang tak terkontrol, karpet dan sajadah yang berbau tak sedap dan sebagainya. Terlebih di masa pandemic C-19, maka menjaga kebersihan (dan kesucian)  masjid menjadi sesuatu yang sangat urgen. Pembinaan karakter untuk selalu peduli terhadap kebersihan ini harus ditransformasikan jamaah ketika mereka berada di rumah masing-masing. Sehingga tarbiyah kebersihan dan kesucian masjid menjadi “materi pelajaran” yang bisa dimanfaatkan di rumah.


Rasulullah saw membina para sahabat melalui masjid sehingga lahirlah generasi terbaik sepanjang zaman dari masjid itu. Masjid dan mushalla kita seluruh Indonesia hampir 1 juta jumlahnya, yang menjadi pertanyaan kita adalah masyarakat seperti apa yang sudah kita hasilkan dari jumlah masjid yang begitu banyak ?, ini merupakan koreksi untuk kita bersama agar bisa memperbaiki kondisi masyarakat melalui masjid. 


Setelah Ramadhan berakhir, pengurus dan jamaah masjid harus segera melakukan konsolidasi agar masjid-masjid kita bertambah makmur, manfaatkan semua sumber daya yang dimiliki jamaah agar menjadi maslahat atau kebaikan dan kemajuan bersama.


Penulis: Muhammad Nashir Syam

Wakil Sekretaris Tanfidziah PCNU Ketapang

أحدث أقدم
.



.