NU KETAPANG - Masjid pada dasarnya adalah tempat ibadah kaum muslimin. Melakukan ibadah di dalamnya mempunyai fadhilah tersendiri bahkan sholat berjamaah di dalamnya dihitung dua puluh tujuh derajat dibanding sholat sendirian.
Itu di masjid biasa apalagi ketika di masjidil harom, masjidil
Aqso bisa lebih berlipat lipat pahalanya. Sayangnya kita tidak memperhatikannya
dengan baik. Kita lebih betah di mall daripada masuk masjid.
Apabila masjid dibuat senyaman mungkin akan menambah ghiroh kita
untuk pergi kesana.
Kalau kita sering sholat di berbagai masjid, maka dapat kita
jumpai masjid yang ramah terhadap jama'ah dan masjid yang tidak ramah terhadap
jama'ahnya. Ramah dalam artian melayani jama'ahnya, sehingga jama'ah merasa
nyaman dan senang singgah di masjid tersebut.
Masjid itu semestinya berorientasi untuk memuaskan jama'ah
(jama'ah satisfaction), bukannya berorientasi memuaskan pengurusnya. Sebab
peran pengurus masjid itu sejatinya sebagai khodimul ummah (pelayanan umat).
Pengurus masjid akan mendapatkan pahala berlimpah dari Allah SWT. Namun
realitanya, kita masih menjumpai masjid-masjid yang tidak ramah terhadap
jama'ah masjid.
Beberapa cirinya antara lain, Pintu halaman atau pintu ruang utama
masjid sering dikunci. Hanya dibuka ketika tiba waktu sholat fardhu atau ada
kegiatan masjid saja.
Apa pun alasannya mengunci pintu masjid sebaiknya dihindari. Jika
takut fasilitas masjid dicuri, maka perketat keamanan dengan memasang CCTV atau
memperbanyak penjaga (satpam) masjid.
Sering mengunci pintu masjid memberi kesan masjid tidak
"welcome" kepada mereka yang mau sholat atau singgah. Jika pun masjid
tersebut mau dikunci, sebaiknya di waktu malam saja dan dibuka kembali
menjelang sholat subuh.
Namun lebih baik lagi jika masjid terbuka selama 24 jam. Jika pun
dijadikan tempat untuk tidur oleh yang singgah ke masjid juga tidak masalah,
asalkan tetap menjaga kebersihan dan ketertiban.
Masjid dikembali kan fungsi nya seperti zaman Rosulullah dengan
menyediakan tempat bagi para musafir yang mau menginap karena kemalaman seperti
ashabu suffah yang dijaman Nabi bertempat tinggal disekitar masjid dan
meramaikan masjid dengan ibadah.
Setiap orang islam bisa saja beramal terhadap masjid, para musafir
atau orang yang bertempat tinggal dimasjid seperti para sahabat yang bersedekah
kepada ashabusshufah.
Tidak adanya pengajian sehingga nampak sepi dari kegiatan.
Harusnya ada pengajian harian, pengajian anak anak, pengajian mingguan dan
pengajian hari besar islam sehingga nampak ghirohnya untuk pembelajaran kepada
masyarakat.
Di dinding masjid banyak ditempel berbagai larangan, mulai dari
larangan merokok, larangan berbusana yang tidak sopan, larangan berisik untuk
anak-anak, dan berbagai larangan lainnya. Kesannya seperti masuk ke gedung
dengan tingkat keamanan tertinggi, bukan ke rumah Allah yang terbuka dengan
aura rahmatan lil alamin.
Dampak masjid yang kurang ramah terhadap jama'ahnya biasanya bisa
ditebak, yaitu masjidnya sepi (walau kebersihannya terjaga), kegiatannya
sedikit atau malah fasilitasnya tidak terawat dan kotor. Orang enggan
berpartisipasi dan memberikan donasi.
Semoga ke depannya makin banyak masjid-masjid yang ramah terhadap
jama'ah, sehingga peran masjid sebagai rumah kedua umat Islam yang rahmatan lil
alamin dapat terwujud.
Oleh : Iman Setiadi
Wakil Katib
PCNU Ketapang / Pengasuh PP. Nurul Qur'an As-Syadzali, Sungai Awan Kiri,
Ketapang