Nashir Syam: Keberagaman Harus Manjadi Perekat dan Pemersatu



NU KETAPANG - Wakil Sekretaris Pengurus NU Ketapang, Muhammad Nashir Syam, M.Pd.I. mengatakan, keberagaman adalah sebuah keniscayaan, dalam terminologi agama lazim disebut sunnatullah, sesuatu yang tak mungkin terelakkan. Karena ia memang sesuatu yang given (kodrati) dalam kehidupan.

“Justeru dalam Islam, keberagaman diyakini sebagai rahmat Allah, sebagai karunia yang mencerdaskan umatnya melalui dinamika perbedaan yang konstruktif.” Kata Muhammad Nashir Syam, guru Madrasah Aliyah Negeri 2 Ketapang.

Menurut Nashir, dalam sebuah Hadits Nabi disebutkan bahwa, perbedaan pendapat adalah rahmat. Sinyalemen RasulullahSAW ini cukup mengindikasikan semangat keberagaman dengan segala perbedaan yang ada.

“Jika saya meminjam bahasanya Kiayi Said Ketua PBNU, perbedaan pendapat, misalnya dalam masalah khilafiyah furu’iyah, di kalangan umat Islam itu akan tetap ada, sampai kiamat sekalipun. Pernyataan yang agak bombastis, tapi rasanya sulit terbantahkan.” Jelasnya.

Namun dalam kenyataan hidup sehari-hari, menurut Nashir Syam, keberagaman justeru menjadi “batu sandung” untuk saling mengangkat dan menguatkan pada saat yang bersamaan untuk saling menjatuhkan dan membinasakan.” Jelas Nashir panggilan akrabnya.

Menurutnya, sebagai sebuah bangsa yang besar, Indonesia dikaruniai oleh Allah SWT keanekaragaman sisi-sisi kemanusiaan, seperti perbedaan ras, bahasa, budaya, sosial-politik, ekonomi maupun agama. Yang terakhir ini yaitu Agama justeru terkadang menjadi pemicu konflik.

Memperjuangkan sebuah dogma yang diyakini kebenarannya adalah sah-sah saja, tetapi memaksakan kehendak agar komunitas yang lain mengikuti keyakinannya, ini sudah berada di luar bingkai keberagaman itu sendiri. Karena kata Nashir, konsep Islam sudah jelas Lakum diinukum waliyadiin.

“Merasa paling benar atas apa yang diyakini, yang ujung-ujungnya memunafikkan bahkan mengkafirkan kelompok lain, adalah dampak dari pemaknaan Islam yang sempit.” Kata Nashir.

Menurutnya, Islam hadir sebagai rahmat bagi semesta (rahmatan lil ‘alamin) maka perbedaan-perbedaan sebagai ruh keberagaman itu justeru menjadi perekat dan pemersatu, karena kemuliaan itu dilihat dari ketakwaannya, bukan dari mana dia berasal atau bahasa apa yang digunakan.

“Perlu kesadaran bersama dan kelapangan dada untuk mengurai setiap persoalan yang melibatkan banyak faktor, sambil menyingkirkan unsur-unsur yang memperkeruh atau setidak-tidaknya meminimalisir perbedaan menuju persamaan tujuan dan kepentingan bersama.” Jelas Nashir. (NUK).

Lebih baru Lebih lama
.



.