NU KETAPANG - Pademi Covid-19 sampai saat ini masih berdampak pada seluruh fundamental kehidupan, termasuk ancaman krisis pangan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dalam mitigasi ancaman krisis pangan, agar difokuskan pada upaya memperkuat ketahananan dan kemandirian pangan. Karena dalam kondisi pandemi ini, lini produksi, distribusi, maupun konsumsi terguncang.
Menurut Asih Farahmi, ST., Upaya stabilisasi tidak cukup hanya mempertimbangkan faktor harga, stok, ataupun efektivitas distribusi. Namun juga daya beli warga yang menurun karena terhentinya banyak aktivitas ekonomi. Ancaman krisis pangan terlihat dari penurunan daya beli kelas pekerja perkotaan baik di sektor formal dan informal, termasuk akses terhadap pangan.
"Pandemi yang terjadi membuat banyak perusahaan merumahkan pekerjanya dengan tidak membayarkan gaji. Walaupun ada sebagian pekerja yang masih kerja dengan sistem shift dan mendapatkan 50 persen gaji." Ungkap Asih kepada Suara NU Ketapang, Rabu (10/6).
Dijelaskan Asih lebih lanjut, Situasi ini juga berdampak pada sektor informal. Ancaman paling nyata dirasakan pekerja harian, termasuk industri wisata yang menghidupi PKL, tukang becak, driver, kusir andong, kuliner, toko oleh-oleh, kerajinan, hingga tour guide dan lain-lain.
Bahkan menurut Ketua Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) Kabupaten Ketapang ini, Situasi pandemi juga mengancam kelangsungan produksi pangan. Hal ini disebabkan anjloknya harga hasil panen. Terutama menimpa petani hortikultura dan peternak.
Menurut Asih, Meski tidak mempengaruhi produksi padi, namun harga jual gabah di tingkat petani rendah. Di sisi lain, panen yang melimpah dibarengi permintaan pasar yang turun hingga 50 persen sampai 80 persen.
"Secara faktual, sudah ada petani dan peternak yang berhenti produksi dan terancam gulung tikar. Jika produksi tersendat atau terhenti, krisis pangan sudah di depan mata," Ungkap Asih yang juga sebagai Ketua TRIP (Tim Relawan Peduli Insan) Ketapang.
Kebijakan dalam mitigasi ancaman krisis pangan menurut Asih, perlu difokuskan pada upaya memperkuat ketahananan dan kemandirian pangan melalui keterpaduan dan kolaborasi strategis dan taktis di semua lini. Termasuk dalam tata kelola pangan melibatkan solidaritas ekonomi seluruh shareholder.
Melihat situasi tersebut, pria ini memandang pada lini produksi, Pemerintah Kota perlu melakukan pemetaan. Pada sektor distribusi dan konsumsi, pemerintah kota perlu meningkatkan cadangan pangan pokok (beras) dengan menjalin kontrak kerja sama pembelian hasil panen petani dalam satu paket program insentif biaya produksi untuk petani.
Selain itu menurutnya, pemerintah juga harus memfasilitasi dan mengkoordinasikan pendirian lumbung pangan komunitas oleh warga sebagai platform alternatif ketahanan pangan yang dikelola warga secara mandiri.
"Sementara itu yang perlu dilakukan oleh komunitas warga, yakni menghidupkan lumbung pangan komunitas yang dilandasi nilai solidaritas dan kegotong-royongan. Mendistribusikan bahan pangan pokok dengan harga terjangkau dan mendistribusikan bantuan pangan bagi kelompok rentan dan terdampak." Jelasnya.
Asih juga menambahkan, Komunitas warga juga perlu mengembangkan kontrak kerja sama dengan komunitas petani dan peternak. Hal ini untuk mendekatkan rantai pasok, menjamin kepastian permintaan produk, serta memberikan insentif harga kepada produsen untuk merawat keberlanjutan produksi petani.
"Melakukan kendali mutu keamanan pangan yang dijual atau didonasikan. Menyimpan dan mengelola surplus hasil panen pertanian rumah tangga dalam kerangka penguatan resiliensi pangan dan ekonomi keluarga," Ujar Asih mengakhiri pembicaraannya. (anuk).