Perlukah Gelar Spesifikasi Keilmuan Alumni Pesantren? Ini Tanggapan Wakil Katib PCNU Ketapang


NU KETAPANG - Menanggapi video ceramah KH. Bahauddin Nur Salim (Gus Baha) di Pondok Pesantren Al Falah Ploso Kediri pada acara Khataman Kitab Fikih "Fathul Wahab", tentang gagasan agar kalangan alumni pesantren mensyi'arkan kepada khalayak publik "gelar spesifikasi" keilmuan yang dimilikinya, direspon positif Wakil Katib Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Ketapang Ust. Iman Setiadi, S.Ag.

Dikatakannya, bahwa gelar spesifikasi sebagaimana yang dimaksud Gus Baha adalah menjadi pembanding bagi sekolah sekolah formal yang setiap lulusannya menyandingkan gelar akademiknya di nama depan atau nama belakangnya. Seperti lulusan pendidikan di tulis S.Pd (Sarjana Pendidikan), lulusan ekonomi disebut SE (Sarjana Ekonomi), lulusan hukum disebut SH (Sarjana Hukum), lulusan kedokteran disebur dr. (dokter) atau ada gelar magister (untuk S2) dan Doktor (untuk S3).

Menurut Iman Setiadi, Apa yang dikatakan Gus Baha, bahwa gelar itu untuk memberitahukan kepada masyarakat tentang spesifikasi keilmuan yang ada pada diri alumni pesantren tersebut, supaya masyarakat bisa menemukan ahlinya dalam berkonsultasi keagamaan. Seperti spesifikasi bidang fikih, bidang tasawuf, bidang hadist, tafsir atau yang lainnya.
Harapan beliau, para alumni pesantren jangan sampai kalah dengan lulusan perguruan tinggi yang berani mencantumkan gelar keilmuan di nama nya. "Masak kalah sama dukun dan paranormal, mereka saja berani pasang iklan keahliannya". Kata Iman Setiadi Pengasuh PP. Nurul Qur’an As-Syadzali, Ketapang, menirukan perkataan Gus Baha.

Seseorang tau kalau dia bidan, dokter gigi, dokter mata, dokter ahli penyakit dalam, dokter hewan karena ada plang namanya, sehingga tidak salah dalam berkonsultasi karena bertemu dengan ahli nya. Kalau bidang agama paling disebut ustadz atau kiai saja padahal ada kiai tutur, kiai sembur dan kiai wuwur.

Dijelaskan Iman Setiadi, penyebutan gelar spesifikasi ilmu itu untuk memulyakan ilmu yang ada dalam para alumni pesantren itu. Bukan untuk sombong atau takabur. Dalam kitab Ta'lim Muta'alim Syeikh Az-Zarnuji menyebutkan “Kepada sahabat-sahabatnya, abu Hanifah berkata : ''Besarkanlah putaran serban kalian, dan perlebarlah lobang lengan baju kalian". ucapan ini dikemukakan agar supaya ilmu dan ahli ilmu tidak terpandang remeh.”
“Berdasarkan pendapat itu, berarti boleh mencantumkan gelar spesifikasi keilmuan bagi alumni pesantren dan tidak menjatuhkan diri pada sikap kesombongan, kehinaan bagi alumni pesantren karena niatnya adalah untuk memulyakan ilmu dan memberi kemaslahatan kepada masyarakat.” Jelas alumni PP. Al-Asy’ariyah Kalibeber Wonosobo Jawa Tengah.

Dengan adanya terobosan ide dari Gus Baha itu, menurut Iman Setiadi, tidak ada salahnya jika sekarang pondok pesantren mempersiapkan dan merancang gelar bagi para alumninya. Seperti gelar M. FQ. (Mumtaz Fathul Qorib), M.M. (Mumtaz Mahally), M. Bm. (Mumtaz Bukhori Muslim) M. Ki (Mumtaz Kitab Ikhya' Ulumudin) dan lain lain yang disertai syahadhah (sertifikat) resmi yang dikeluarkan oleh pondok pesantren dan di syahkan (diakui) oleh Kementerian Agama.

Bila ini sudah membudaya dikalangan santri dan masyarakat, maka tidak pelak lagi para alumni pesantren tidak dipandang sebagai kelas dua lagi dalam sistem pendidikan Nasional, dan sejajar dengan pendidikan formal dalam negeri. “Manfaat lain yang didapat juga akan menambah animo masyarakat untuk memondokkan anak anak nya karena alumninya punya gelar dan sertifikat yang sejajar dengan pendidikan formal serta diakui oleh negara.” Jelasnya. (anuk).

Lebih baru Lebih lama
.



.