NU KETAPANG - Wakil Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdaltul Ulama (PWNU) Kalimantan Barat, H Romawi Martin, SE., ME. mengatakan, Nahdlatul Ulama (NU) itu memiliki identitas dari dulu sejak berdiri sampai sekarang. Identitas NU itu adalah jama'ah NU dan Jam'iyah NU.
Jam'iyah adalah sebagian kecil dari jamaah, karena jam'iyah itu adalah orang yang berkerja, mengabdi dan berbuat untuk jema'ah. Ciri ini menjadi identitas khusus bagi NU. Identitas yang tidak dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) diseluruh dunia.
Identitas ini, dulu sebelum hiruk-pikuk sebelum ada istilah Pemilukada, menjadi identitas yang kuat. Paling tekanannya kalau dulu, NU dan Muhammadiyah masalahnya adalah berkaitan dengan tahlil, qunut, dan sebagainya.
Baca juga:
Dijelaskan lebih lanjut oleh Wakil Rektor Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Kalimantan Barat ini, Belakangan, NU semakin terpinggirkan. NU tidak mendapat jatah pasilitas-pasilitas negara. Tidak ada yang menghitung NU, bahwa NU berperan dan mempunyai jasa terhadap berdirinya suatu negara yang disebut Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Coba, adakah didalam buku sejarah bahwa KH. Hasyim Asy'ari itu adalah sebagai pahlawan nasional? Tidak ada. Kita cek dari SD sampai SMA, yang menuliskan KH. Hasyim Asy'ari sebagai pahlawan nasional, itu tidak ada." Kata Romawi di hadapan ratusan jajaran pengurus NU Ketapang dan Banom NU.
Padahal menurutnya, dari jaman Bung Karno, dietapkan KH. Hasyim Asy'ari merupakan pahlawan nasional. Artinya, sebelum buku pelajaran itu diterbitkan identitas sebagai pahlawan nasional sudah ada. Tapi tidak pernah dibuat. Kenapa? Ada kader-kader NU yang tidak mengetahui, bahwa NU berjasa dan memiliki saham terhadap negara ini.
"Coba liat sejarah, tidak ada kejadian Resolusi Jihad dalam sejarah. Dimana yang ada? Apalagi mau mendukung Hari Santri. Pokonya yang berperan itu adalah tentara dan yang mempunyai nama ormas lain. Karena mereka orang terpelajar. Kita orang santri dan sarungan. Ini identitas yang kita miliki dan emban dari dulu sampai pertengahan tahun 1997-an." Papar Romawi.
Sejak tahun 1997, NU baru melakukan gerakan dengan menggandeng keluarga besar Sukarno. Maka rezim Orde Baru (Orba) merasa terganggu, sampai kemudian terjadi peristiwa 27 Juli 1998, bentrokan aktivis Partai Demokrasi Indonesi (PDI). Itu adalah siasyah petinggi NU, agar NU dihitung, bahwa NU ada saat itu.
"Saat NU berfusi dengan partai-partai Islam. Pernahkah orang NU menjadi ketua umum PPP di pusat. Tidak pernah. Kebetulan saja, pada masa krisis 1998. Hamzah Haz bisa menjadi ketua umum PPP, yang merupakan gabungan dari partai-partai Islam." Jelasnya.
"Kenapa difusi atau digabungkan?" Tanya Romawi. Karena pada saat itu Orba tidak mau Partai NU tetap eksis. Sebab, NU pernah ikut pemilu tahun 1955. Pada tahun 1971 diawal masa Orba dalam perolehan suara, NU berada diurutan kedua setelah Golkar, di atas PNI dan Parmusi.
"Saya mengatakan ini, agar kita bangga menjadi NU. PKI saja, yang membuat masalah dengan negeri ini masih dicatat di sejarah anak-anak SD dan SMP. Bahwa PKI itu adalah pendongkel negara Indonesia. NU yang disitu santri sebagai pejuang tidak pernah dicatat, bahwa NU punya Resolusi Jihad dan pahlawan." Ungkapnya.
Baca juga:
Lebih lanjut Romawi menjelaskan. Bergeser, saat 1998 keatas, NU mulia menapaki era baru, dengan mendirikan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Aktivis NU terjun ke dunia politik, baik melalui partai yang didirikan NU atau partai yang ada saat itu. Baru ada istilah aktivis NU. ini pase perjuangan NU, itulah politik dan sikap pendirian NU sebagai organisasi yang memiliki identitas jam'iyah dan jama'ah.
"Ada ciri khusus organisasi NU, yaitu majelis kumpul. NU suka kumpul-kumpul, makanya ada tahlilan, maulidan, yasinan, dll, dengan maksud untuk mendekatkan antara jam'iyah dan jama'ah. Kemudian melakukan komunikasi, evaluasi dan silaturahmi antara jam'iyah dan jama'ah." Paparnya. (anuk).