Santri Siaga Jiwa Raga



NU KETAPANG - “Hari Raya”nya kaum sarungan akan segera tiba. Tentu kita sikapi dengan penuh suka-cita, seiring dengan Pandemik Covid 19 yang Alhamdulillah sudah banyak “kemajuan” ditandai dengan menurunnya korban pandemic tersebut. Hari Raya kaum sarungan yang saya maksud, tentu Hari Santri Nasional atau HSN yang sejak tahun 2016 sudah istiqomah kita rayakan setiap tahunnya dengan sukacita dan penuh khidmat.

 

Untuk sekedar mengingatkan kita bersama, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI nomor 22 tahun 2015 ditetapkan bahwa tanggal 22 Oktober adalah peringatan HSN. Pada tahun 2016 tema HSN yang diangkat adalah “Dari Pesantren untuk Indonesia”. Tahun 2017 mengangkat tema “Wajah Pesantren Wajah Indonesia”, kemudian tahun 2018 tema yang diangkat adalah “Bersama Santri Damailah Negeri”. Kemudian tahun 2019 dengan tema “Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia”. Tahun 2020 mengangkat tema “Santri Sehat Indonesia Kuat”.

 

Pada tanggal 21 September 2021 Menteri Agama Gus Yaqut melaunching HSN 2021 dengan mengangkat tema Santri Siaga Jiwa Raga (SSJR). Pastilah tema-tema yang diangkat setiap tahunnya memiliki dasar filosofi yang mendalam, sesuai dengan konteks pada masa itu dan spirit kaum santri yang senantiasa “melek” terhadap situasi dan kondisi yang sedang dihadapi. Jadi, dari “mengeja” tema HSN tahun ini pasti kita sudah bisa membaca hendak dibawa ke mana para santri di era kini.

 

Baca juga:

Tema “Santri Siaga Jiwa Raga” dijelaskan lagsung oleh Menteri Agama Gus Yaqut, sebagai berikut : Siaga Jiwa berarti santri tidak pernah lengah menjaga kesucian hati dan akhlak, berpegang teguh pada akidah, nilai dan ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin dan tradisi luhur bangsa Indonesia. Sementara Siaga Raga berarti badan, tubuh, tenaga dan buah karya santri didedikasikan untuk Indonesia. Karenanya, santri tidak pernah lelah berusaha dan terus berkarya untuk Indonesia.

 

Selanjutnya Gus Yaqut menjelaskan bahwa, SSJR adalah bentuk pernyataan sikap santri Indonesia agar selalu siap siaga menyerahkan jiwa dan raga untuk membela tanah air, mempertahankan persatuan Indonesia dan mewujudkan perdamaian dunia. Siaga jiwa raga adalah komitmen seumur hidup santri untuk membela tanah air yang lahir dari sifat santun, rendah hati, pengalaman dan tempaan santri selama di pesantren. Ini semua tak lepas dari “perjalanan heroism” kaum sarungan itu dalam kancah lembaran sejarah bangsa Indonesia.

 

Jihad Ke-Dua, Mungkinkah ?

 

Resolusi Jihad yang digaungkan oleh para ulama, utamanya Hadhratussyeikh Hasyim Asy’ari konteksnya adalah melawan secara fisik agresi militer Belanda di Surabaya. Dan 22 Oktober menjadi momentum yang tidak bisa dilupakan, bahwa kumandang jihad fi sabilillah kaum sarungan itu menjadi cikal bakal heroisme 10 November 1945 yang selanjutnya kita peringati sebagai Hari Pahlawan. Sangat tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa tanpa Resolusi Jihad mana mungkin ada peristiwa Sepuluh November.

 

Bagaimana dengan konteksnya sekarang ? Masih perlukah berjihad memanggul senjata bedil mengusir aggresor penjajah ? Rasanya tidaklah y.., justeru jihad era kini bagi kaum santri adalah maukah memulai dari diri masing-masing untuk “berjihad” melawan arus globalisasi transformasi dan informasi yang luar biasa.


Baca juga:


Digitalisasi, adaah sebuah keniscayaan. Sangatlah tidak mungkin kita menghindar darinya. Oleh karenanya diperlukan sebuah sikap yang lebih arif dalam hal mensikapinya. Utamanya komunitas kaum sarungan. Ada fenomena, ngaji kitab kuningpun sekarang bisa mengakses dari internet. Boleh jadi romo yai saat ngaji kitab fiqih Fathul Mu’in (misalnya)  bukan kitab kuning yang beliau buka, tapi melalui laptop, tablet atau HP. Dan suatu saat para santri dengan bebas mengunduh kitab-kitab kuning yang lain lewat HP. Ini niscaya dan tak akan bisa dihindari. Dalam banyak hal kini, santri dan pesantren sudah banyak memanfaatkan digitalisasi itu, tentu untuk kemaslahatan dan keberlangsungan pendidikan pesantren itu sendiri.

 

Oleh karenanya, siap jiwa raga-sebagaimana yang dicanangkan Gus Menteri, sangat relevan dan produktif. Kenapa ? Santri dan pesantren harus membuka diri “open” dengan fenomena yang ada sekarang.

 

Lalu apa relevansinya dengan Revolusi Jihad-nya mbah yai Hasyim Asy’ari ? relevansinya adalah bahwa kita sekarang bersiap siaga jiwa dan raga berhadapan dengan arus digital yang maha dahsyat; medsos dengan segala tampilannya. Posiif-negatif, pastilah ada. Dan jihad kita era kini adalah menjadikan medsos itu sebagai ladang jihad kita bersama. Bila revolusi jihad pertama dalam konteks fisik melawan aggressor Belanda, maka jihad ke-dua adalah melawan mafsadat media social dengan segala kesiapan jiwa dan raga.

 

Selamat Hari Santri Nasional… selamat berjihad dengan selalu siaga jiwa raga.

Hasbunallah wani'mal wakil, ni'mal maula wanikman nashir. Laa haula walaa quwwata illa billah.

 


Ketapang, 21 Oktober 2021


Penulis : Muhammad Nashir Syam

Wakil Sekretaris PCNU Kabupaten Ketapang

Lebih baru Lebih lama
.



.