Kyai Ma'ruf Khozin: Saya Dulu Pernah Mengalami Sebuah Keraguan di NU


NU KETAPANG - Saat KH. Ma'ruf Khozin menyampaikan ceramah peringatan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW pada puncak kegiatan perayaan NU ke-96 M. / ke-99 H., Jum'at (25/02) malam, di Masjid Agung Al-Ikhlas Ketapang, beliau menceritakan dulu pernah mengalami sebuah keraguan di Nahdlatul Ulama.


Menurut Direktur Aswaja Center PWNU Jatim itu, ada sedikit pernah terbesit tentang NU sebelum dirinya mendapatkan pemantapan dari Gus Sholahuddin Azmi cucu dari pencipta lambang NU KH. Ridwan Abdullah, yang juga menjadi koordinator dilapangan ketika berdirinya NU.


Dikisahkan Kyai Ma'ruf, KH. Ridwan itu selalu berpesan kepada anak cucunya. Kalau dia bertemu dengan anaknya selalui ia ceritakan, bertemu dengan cucunya selalu disampaikan dengan mengatakan "Andaikan Allah tidak pernah ridha dengan berdirinya NU, sudah dari dulu awal-awal berdirinya NU sudah bubar," kata Kyai Ma'ruf menirukan ucapan KH. Ridwan yang diceritakan Gus Sholahuddin kepada dirinya.


Lebih lanjut beliau mengisahkan bagaimana proses pendirian NU sejak mendapatkan isyarat tongkat dan tasbih dari Mbah Cholil Bangkalan yang diserahkan kepada Mbah Hasyim melalui perantara Kyai As'ad Syamsul Arifin.


Tidak itu saja, saat Mbah Wahab Chasbullah mengumpulkan dengan mendatangi langsung para kyai-kyai dari berbagai pelosok tanah air untuk hadir di Surabaya, hingga akhirnya disepakati terbentuknya NU pada tanggal 16 Rajab 1344 H. bertempat 31 Januari 1926 M.


"Andaikan terbentuknya NU saat itu tidak diridhai Allah maka para kyai yang hadir saat itu sudah dihabisi Belanda, karena disetiap sudut pertemuan itu mendapat penjagaan ketat. Pasalnya ada larangan pengumpulan masa dengan jumlah banyak." tuturnya.


Bagaimana juga Kyai Ma'ruf mengisahkan proses perjalanan penciptaan lambang NU KH. Ridwan melalui istikharahnya, yang sempat dipersoalkan Belanda, agar pengurus NU bisa menjelaskan makna dari lambang yang dibuat itu. Belanda tidak ingin lambang yang dibuat akan berlawanan bahkan pertentangan.


"NU adalah organisasi yang didirikan para ulama, oleh karena itu sampai dengan sekarang yang akan memasuki satu abad NU tetapi utuh, terus maju dan berkembang," katanya.


Jika diorganisasi lain, andai ada petani organisasinya petani maka anggotanya hanya para petani, atau ada organisasi advokat maka anggotanya hanya advokat saja, demikian juga dengan lainnya. Tetapi di NU tidak sama. NU itu adalah organisasi yang didirikan oleh ulama. Andaikan anggotanya para kyai-kyai pesantren, mungkin anggotanya tidak sampai seratus juta. 


Andaikan anggotanya NU itu adalah para santri-santri lulusan yang pernah belajar Kutubus Sittah mungkin anggotanya tidak sampai ratusan juta. Tapi anggota NU yang tidak harus belajar Kutubus Sittah pun tetep diakui sebagai warga Nahdlatul Ulama.


Menurut Kyai Ma'ruf, Dari dulu NU tidak pernah memecat anggotanya meskipun telah meninggal dunia. Makanya anggota NU tidak pernah berkurang. Setiap tahlil selalu dikirim doa, dikhususkan kepada yang bersangkutan. 


"Di luar NU tidak pernah disebut dan tidak pernah ada seperti itu, makanya dari itu kita semua bersyukur termasuk bagian dari Ahlussunah Wal Jama'ah (Aswaja)," tutur Kyai Ma'ruf yang kedua kalinya hadir di Ketapang. 


Penutupan kegiatan Harlah dihadiri Wakil Bupati Ketapang H. Farhan, SE. M.Si., juga Rektor IAIN Pontianak Dr. H. Syarif, MA., Polres Ketapang, Kemenag Ketapang, Rais Syuriyah beserta jajarannya dan Ketua Tanfidziah beserta jajarannya, ketua dan anggota lembaga, Banom NU, pengurus MWCNU kecamatan. (anuk).


Lebih baru Lebih lama
.



.