Momentum HSN Menjadi Gerakan Penguatan Paham Kebangsaan


NU KETAPANG - Kiprah santri sudah teruji dalam mengokohkan pilar-pilar NKRI berdasarkan Pancasila dan bersendikan Bhinneka Tunggal Ika. Santri berdiri di garda depan membentengi NKRI dari berbagai ancaman. Sejak sebelum negeri ini merdeka hingga kini kiprah santri untuk Indonesia tidak diragukan lagi.


Demikian sambutan Drs. H. Satuki Huddin, M.Si. Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Ketapang pada Upacara Hari Santri Nasional 22 Oktober 2020 ketika bertindak sebagai Pembina Upacara di PP. Mambaul Khairat, Ketapang. Sambutan itu disampaikan juga ke seluruh pondok pesantren se Kabupaten Ketapang untuk dibacakan oleh pembina upacara HSN, Kamis, 22 Oktober 2020.


Menurutnya, Tahun 1936, sebelum Indonesia merdeka, kaum santri menyatakan Nusantara sebagai Darus Salam. Pernyataan ini adalah legitimasi fiqih berdirinya NKRI berdasarkan Pancasila.


"Tahun 1984, kaum santri mempelopori penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa bernegara dan menyatakan bahwa NKRI sudah final sebagai konsensus nasional (mu'ahadah wathaniyyah)." Paparnya.


Baca juga:


Setelah Reformasi, kaum santri menjadi bandul kekuataan moderat sehingga perubahan konstitusi tidak melenceng dari khittah 1945 bahwa NKRI adalah negara bangsa bukan negara agama, dan bukan negara suku yang mengakui seluruh warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di hadapan konstitusi, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, ras, agama, dan golongan. 



"Untuk menginsafkan semua pihak dan mengingatkan kita sendiri selaku kaum santri, kenyataan itu perlu diungkapkan, betapa besar saham kaum santri dalam proses berdiri dan tegaknya NKRI." Ungkapnya.


Menurut H. Satuki, tanpa kiprah kaum santri, dengan sikap sosialnya yang moderat (tawassuth), toleran (tasamuh), proporsional (tawazun), lurus (i'tidal), dan wajar (igtishad), NKRI belum tentu eksis hingga hari ini. Negara-negara Muslim di Timur Tengah dan Afrika sekarang remuk dan porak poranda karena ekstremisme dan ketiadaan lembaga penyangga Islam wasathiyyah. 


Baca juga:


Momentum Hari Santri hari ini perlu ditransformasikan menjadi gerakan penguatan paham kebangsaan yang bersintesis dengan keagamaan. Spirit “nasionalisme bagian dari iman" (hubbul wothan minal iman) perlu terus digelorakan di tengah arus ideologi fundamentalisme agama yang mempertentangkan Islam dan nasionalisme. 


Islam dan ajarannya tidak bisa dilaksanakan tanpa tanah air. Mencintai agama mustahil tanpa berpijak di atas tanah air, karena itu Islam harus bersanding dengan paham kebangsaan. Hari Santri juga harus digunakan sebagai revitalisasi etos moral kesederhanaan, asketisme dan spiritualisme yang melekat sebagai karakter kaum santri. 


"Etos ini penting di tengah merebaknya libralisme, sekularisme, komunisme, wahabiisme, hidonisme, dan matrialsme yang mengancam masa depan bangsa." Ungkapnya. 


Upacara HSN di PP. Mambaul Khairat, selain dihadiri Ketua Tanfidziah, hadir juga Rais Syuriyah KH. Moh. Faisol Maksum, para guru-guru pesantren dan undangan. (anuk).



Lebih baru Lebih lama
.



.