Kewalian Gusdur Diakui Kyai Jema'ie Makmur, Ini Katanya


NU KETAPANG - Pengasuh Pondok Pesantren Hidayaturrahman, Kalinilam, Ketapang, Kalimantan Barat, KH. Jema'ie Makmur mengakui kewalian Gusdur. Gusdur adalah Wali Masyhur. Ada ungkapan para penziarah Walisongo, kalau tidak ziarah ke makam yang sepuluh ini kurang afdhol dan kurang lengkap.


"Untuk membesarkan nama beliau, pantas beliau itu mendapat gelar wali ke sepuluh. Dan terbukti sisi makam beliau kehidupan ekonomi, kehidupan agama dan apa saja terjaga dan terpelihara. Tukang parkir, para pedagang dan semuanya dapat mengambil manfaat sampai hari ini, walau beliau sudah tidak ada." Kata Kyai Jema'ie dalam Tausyiahnya pada acara Haul ke-11 Gusdur yang digelar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Ketapang di Sekretariat NU Ketapang, Rabu (30/12) malam.


Baca juga:


Menurut Ketua PCNU Kabupaten Ketapang dua periode, Masa Khidmat 2009-2019 ini, satu hal yang mengesankan adalah ketika Gusdur turun dari istana. Andai saja beliau ingin mempertahankan kekuasaannya itu bisa. Dengan kesolidan dan militansinya Banser dan para pendukungnya, maka dengan perintah beliau bisa saja bertahan. Tetapi Gusdur tidak mau. Bagi Gusdur apalah arti kekuasaan dipertahankan kalau harus menumpahkan darah sesama anak bangsa. 


Gusdur santai saja menghadapi, walau persoalan itu berat. Orang yang bisa melakukan seperti itu adalah orang yang berjiwa besar. Jabatan tertinggi di negeri ini adalah Presiden, tapi Gusdur tidak terlalu memaksakan diri, padahal punya kekuatan untuk melakukan pertahanan dan perlawanan. Tapi itulah kebesaran jiwa seorang Gusdur.


"Mudahan-mudahan menjadi inspirasi dan contoh bagi pemimpin-pemimpin bangsa manapun, termasuk bangsa kita Indonesia, untuk lebih mengedepankan persatuan dan kebersamaan dari sekedar hanya mempertahankan sebuah kekuasaan yang mungkin dengan menumpahkan darah dan sebagainya." Jelas Kyai Jema'ie.


Baca juga:


Ditambahkan Kyai Jema'ie, bahwa dirinya memandang sosok gusdur memang pantas disematkan sebagai Bapak Kebangsaan. Beliau tidak melihat sisi perbedaan, walau perbedaan itu tidak bisa dihindari. Baginya tidak ada permasalahan dengannya. Apakah itu perbedaan suku, agama atau bangsanya. Dan tentu Gusdur berpandangan dengan beepijak kepada Al-Qur'an dalam surat Al-Hujurat ayat 13.


"Mudahan-mudahan pikiran besar Gusdur itu dalam memandang sisi kemanusiaan, dengan menempatkan sisi yang sama, menjadikan contoh bagi kita dalam beradaptasi, berkomunikasi dan bergaul dalam hal kehidupan muamalah dunia kepada siapapun." Kata Kyai Jema'ie. (anuk).



Lebih baru Lebih lama
.



.