NU KETAPANG - Berbagai permasalahan aktual terkait dengan persoalan keumatan dan kebangsaan memerlukan respon yang cepat, cerdas dan mencerahkan dari MUI. Diminta maupun tidak, MUI mempunyai kewajiban untuk mengakomodasi dan menyalurkan aspirasi umat Islam Indonesia, yang memiliki latar berbeda.
Demikian ungkap Muhammad Nashir Syam, M.Pd. selaku Ketua Panitia Workshop Peran dan Kedudukan Fatwa MUI dalam Hukum Positif. Kegiatan yang dilaksanakan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Ketapang berlangsung di Hotel Aston Ketapang, tanggal 17-18 November 2024.
"Di satu sisi produk hukum yang dikeluarkan MUI dari hal yang paling ringan seperti pandangan, respon terhadap sebuah persoalan, maklumat, himbauan sampai ke level tertinggi yakni fatwa acapkali dipertanyakan terkait dengan urgensi dan kekuatan hukum positif di Indonesia," lanjutnya.
Menurut Nashir pertanyaan yang muncul adalah, bagaimana kedudukan fatwa dalam system hukum di Indonesia? Bagaimana pengaruh fatwa MUI dalam perkembangan hukum Islam di Indonesia? Apakah fatwa MUI memiliki legalitas hukum? Apakah fatwa MUI termasuk undang-undang?
"Apa konsekwensinya apabila umat Islam menentang fatwa MUI? Inilah Sebagian dari persoalan-persoalan yang sering mengemuka di tengah-tengah masyarakat umat Islam," terangnya.
Diadakannya Workshop ini menurut pria ini bukanlah forum bahtsul masail untuk menetapkan sebuah kasus hukum menjadi ketetapan hukum atau fatwa. Tapi lebih pada kajian ilmiah atau akademik, bagaimana sebuah fatwa itu ditetapkan, lalu di mana posisinya dalam struktur hukum positif di Indonesia.
"Jadi, Workshop ini bertujuan meningkatkan wawasan dan pemahaman para pengurus MUI Kabupaten dan Kecamatan, para kader ulama terkait dengan lima peran MUI yang satu diantaranya adalah sebagai pemberi fatwa," jelasnya.
Kemudian lanjut Nashir, sebagai forum silaturahim, konsultasi, koordinasi dan konsolidasi antar pengurus MUI kabupaten dan kecamatan, pengasuh pondok pesantren dan kader-kader ulama muda. Juga sebagai media saran, masukan dan rekomendasi kepada Pemerintah Ketapang agar senantiasa mempertimbangkan masukan MUI terkait dengan masalah policy atau kebijakan daerah dalam hal yang menyangkut masalah-masalah keumatan.
Workshop semula menargetkan 100 peserta, akan tetapi setelah dicek pada daftar hadir, peserta hadir sebanyak 110 peserta. Mereka terdiri dari pengurus MUI Kabupaten, utusan MUI kecamatan, pengasuh pondok pesantren, pengurus Ormas Islam dan OKP.
Kegiatan Workshop dengan mengusung tema "Kekuatan Hukum Fatwa Majelis Ulama Indonesia dari Perspektif Perundang-Undangan di Indonesia" dibuka secara resmi oleh Bupati Ketapang diwakili Asisten I Bidang Pemerintahan : Drs Heryandi M.Si. Hadir pada kesempatan itu dari Kodim, Polres, Ketua PCNU Ketapang.
Pada Workshop kali ini panitia telah menghadirkan empat narasumber yakni Ketua Umum MUI Kalimantan Barat Drs. KH. Basri Har dengan materi Urgensi Fatwa MUI bagi Umat Islam Indonesia; Ketua Komisi Komisi Fatwa MUI Provinsi Kalbar KH. Saefudin Zuhri, M.Pd., manteri Methodologi Penetapan Fatwa MUI.
Ketua Pengadilan Agama Ketapang Achmad Sarkowi, S.H.I. membahas Eksistensi Kompilasi Hukum Islam di Indonesia; Wakil Ketua Umum MUI Kabupaten Ketapang KH. Abdullah AlFaqier, SE., ME. mengupas Hukum positif dalam Perspektif Al-Qur'an dan Hadits. (anuk).