Dialog Kebangsaan, KH. Afifuddin Muhajir: Pancasila Sesuai Dengan Syariat Islam


NU KETAPANG  - Diawal kemerdekaan terjadi perbedaan yang tajam diantara para pendiri bangsa (founding father), kelompok nasionalis sekuler menginginkan agar bangsa indonesia menjadi negara sekuler, sementara kelompok religius ingin indonesia menjadi negara agama. Perdebatan mengenai bentuk negara terjadi selama berbulan-bulan, dan hampir saja menjadikan Indonesia terpecah belah. Hingga akhirnya kedua belah pihak sepakat menjadikan Pancasila sebagai Dasar Negara.

Pesan tersebut disampaikan wakil pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Situbondo, KH Afifuddin Muhajir saat menjadi narasumber kegiatan Dialog Kebangsaan yang diselenggarakan oleh PCNU Ketapang bekerjasama dengan IKSASS Ketapang di Masjid Agung al Ikhlas Ketapang, Sabtu (08/02/2020).

Kiai Afifuddin menjelaskan, penerimaan ulama Indonesia terhadap Pancasila sebagai asas negara bukan tanpa dasar. Dalam pandangan ulama, Pancasila merupakan jalan tengah untuk membangun Indonesia yang terdiri dari masyarakat yang sangat beragam.

“Ada setidaknya tiga prespektif yang mendasari ulama Indonesia menerima keberadaan Pancasila. Pertama, Pancasila tidak bertentangan dengan syariat Islam, dan tidak ada sila yang bertentangan dengan satu ayat pun dalam Al-Quran. Kedua, Pancasila selaras dengan syariat karena ajaran-ajaran di dalamnya mengajarkan kebaikan dan dibuat untuk kemaslahatan umat. Dan ketiga, Pancasila adalah implementasi sebagian syariat Islam, tutur KH. Afifuddin.

Ulama yang dikenal sebagai ahli ushul fiqih tersebut berpendapat, melalui tiga perspektif itulah para ulama menyatakan bahwa menjalankan Pancasila sama saja dengan menjalankan syariat Islam. Menurut Kiai Afifuddin, keberadaan Pancasila merupakan cerminan dari prinsip moderasi atau tawasuth yang sangat dianjurkan dalam mengambil istinbath hukum sesuai dengan konteksnya.

Rais Syuriah PBNU tersebut berpesan agar tidak ada lagi umat Islam yang mempertentangkan keberadaan Pancasila. Pancasila hadir atas prakarsa ulama yang pasti sangat mumpuni dalam hal penguasaan ilmu-ilmu keagamaan. Tanpa Pancasila, belum tentu negeri ini bisa berdiri kokoh dengan semangat persatuan di antara beragam perbedaan yang ada. “Maka tanpa Pancasila, bisa jadi saat ini belum ada Indonesia,” tegas ulama pengarang Kitab Fathul Mujib Al Qorib. (Safrudin).


Lebih baru Lebih lama
.



.