Khutbah Jum’at: Anak Shaleh Adalah Investasi Dunia Akhirat



ﺍَﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟِﻠّﻪِ ﺭَﺏِّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴْﻦَ ﻧَﺤْﻤَﺪُﻩُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻌِﻴْﻨُﻪُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻩُ ﻭَﻧَﺘُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻭَﻧَﻌُﻮْﺫُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻣِﻦْ ﺷُﺮُﻭْﺭِ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻨَﺎ ﻭَﺳَﻴِّﺌَﺎﺕِ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟِﻨَﺎ ﻣَﻦْ ﻳَﻬْﺪِ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓَﻼَ ﻣُﻀِﻞَّ ﻟَﻪُ ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻀْﻠِﻞْ ﻓَﻼَ ﻫَﺎﺩِﻱَ ﻟَﻪُ . ﺍَﺷْﻬَﺪُ ﺍَﻥْ ﻻَ ﺍِﻟﻪَ ﺍِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﺣْﺪَﻩُ ﻻَ ﺷَﺮِﻳْﻚَ ﻟَﻪُ ﻭَﺍَﺷْﻬَﺪُ ﺍَﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﻋَﺒْﺪُﻩُ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟُﻪُ اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا.   ﺍَﻣَّﺎ ﺑَﻌْﺪُ : ﻓَﻴَﺎﻋِﺒَﺎﺩَ ﺍﻟﻠﻪِ : ﺍُﻭْﺻِﻴْﻜُﻢْ ﻭَﻧَﻔْﺴِﻲ ﺑِﺘَﻘْﻮَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﻃَﺎﻋَﺘِﻪِ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗُﻔْﻠِﺤُﻮْﻥَ . ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻓِﻰ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﺍﻟْﻜَﺮِﻳْﻢِ : ﻳَﺎﺍَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺍَﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﺣَﻖَّ ﺗُﻘَﺎﺗِﻪِ ﻭَﻻَ ﺗَﻤُﻮْﺗُﻦَّ ﺍِﻻَّ ﻭَﺍَﻧْﺘُﻢْ ﻣُﺴْﻠِﻤُﻮْﻥ

Kaum muslimin sidang Jum’ah rahimakumullah,
Marilah kita bersama-sama meningkatkan kadar takwa kita kepada Allah SWT, dalam  arti menjalankan segala perintah-perintahNya serta berusaha menjauhi segala larangan-laranganNya.

Kaum muslimin yang berbahagia.
Pelajaran penting yang dapat kita petik dari peristiwa qurban adalah Allah swt ingin menunjukkan kepada kita betapa pentingnya posisi keluarga dalam membangun sebuah peradaban yang besar. Sebuah masyarakat yang bahagia dan sejahtera, tidak hanya di dunia, namun juga di akhirat. Sebuah masyarakat tidak akan bisa menjadi bahagia dan sejahtera jika masyarakat itu gagal dalam membangun keluarga-keluarga kecil yang ada di dalamnya.

Dan jika kita berbicara tentang keluarga, maka itu artinya kita juga akan berbicara tentang salah satu unsur terpenting keluarga yakni : Anak. Dalam kisah keluarga Ibrahim as sang anak itu “diperankan” oleh sosok Isma’il as, Inilah sosok anak teladan sepanjang zaman yang kemudian diangkat menjadi seorang nabi oleh Allah Azza wa Jalla. Bahkan yang luar biasanya adalah melalui keturunan Isma’il as inilah kemudian lahir sosok nabi dan rasul paling mulia sepanjang sejarah manusia bahkan alam semesta, yaitu: Rasulullah Muhammad SAW.

Kaum muslimin rahimakumullah.
Melalui media massa, saya kira hampir semua dari kita mengikuti berita bagaimana anak-anak remaja kita mulai berani melakukan tindakan-tindakan anarkis yang tidak pernah diduga sebelumnya. Kita semua juga nyaris menyaksikan setiap hari di sudut-sudut jalan raya, bagaimana anak-anak kita dieksploitasi dan diperalat menjadi anak jalanan, mengemis dan meminta-minta sambil mengisap lem dari balik bajunya yang lusuh dan kotor. Saya kira kita juga tahu hasil-hasil survey mutakhir yang menunjukkan bagaimana jumlah ABG yang hamil di luar nikah terus meningkat dalam jumlah yang sangat memprihatinkan, padahal mereka masih sekolah. Dan itu semua barulah segelintir masalah anak-anak kita di masa kini… Wallahul musta’an.

Harus kita akui dengan jujur bahwa salah satu penyebab utama terjadinya ini semua adalah orangtua itu sendiri. Tidak sedikit Orangtua yang terjebak dalam dua sikap ekstrem yang saling bertolak belakang : sikap yang memanjakan terlalu berlebihan dan sikap pengabaian yang menelantarkan anak-anak. Ada orangtua yang menganggap bahwa kasih sayang kepada anak harus ditunjukkan dengan pemberian dan pemenuhan segala keinginannya. Bahkan ada juga orangtua yang memanjakan anak dengan segala fasilitas untuk mengangkat gengsinya sendiri sebagai orangtua. Pada sisi yang lain, tidak sedikit orangtua yang tidak peduli dengan anak-anaknya. Atau menunjukkan kepedulian dengan melakukan kekerasan demi kekerasan kepada anak.

Pelajaran pertama dari kisah Ibrahim as adalah bahwa untuk mendapatkan anak yang shaleh, maka orangtua terlebih dahulu berusaha menjadi orangtua yang shaleh. Karena siap menjadi orangtua artinya siap menjadi teladan untuk keluarga, bukan sekedar memberi makan dan mencukupi kebutuhan anak. Keberhasilan Ibrahim as mendapatkan karunia anak shaleh seperti Isma’il as adalah karena beliau sendiri berhasil mendidik dan membentuk dirinya menjadi seorang hamba yang shaleh. Allah Swt  menegaskan:

قَدۡ كَانَتۡ لَكُمۡ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ فِيٓ إِبۡرَٰهِيمَ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ ٤

Sungguh telah ada untuk kalian teladan yang baik dalam diri Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya.” (al-Mumtahanah: 4)

Pujian Allah Swt  untuk Ibrahim as ini tentu saja didapatkannya setelah ia berusaha dan berusaha menjadi sosok pribadi yang dicintai oleh Allah Azza wa Jalla. Pertanyaannya sekarang untuk kita semua adalah: siapakah di antara kita yang sejak awal menjadi orangtua sudah berusaha untuk belajar dan berusaha menjadi orangtua yang shaleh? Apakah kesibukan kita menshalehkan pribadi kita sudah menyamai kesibukan kita mengurus rezki dan urusan dunia lainnya?

Prof. DR. Abdul Karim Bakkar, seorang pakar pembinaan anak dan keluarga menegaskan: “Tarbiyah dan pembinaan keluarga yang kita capai itu adalah gambaran tentang bagaimana pembinaan pribadi kita sendiri ”.

Kaum muslimin sidang Jum’ah rahimakumullah,
Pelajaran kedua dari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah jika ingin memiliki anak yang shaleh, maka bersungguh-sungguhlah meminta dan mencita-citakannya dari Allah Azza wa Jalla. Allah Ta’ala mengabadikan doa-doa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tentang itu di dalam al-Qur’an:

رَبِّ هَبۡ لِي مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ  ١٠٠

Tuhanku, karuniakanlah untukku (seorang anak) yang termasuk orang-orang shaleh.” (al-Shaffat: 100)

رَبِّ ٱجۡعَلۡنِي مُقِيمَ ٱلصَّلَوٰةِ وَمِن ذُرِّيَّتِيۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلۡ دُعَآءِ  ٤٠

“Ya Tuhanku, jadikanlah aku orang yang menegakkan shalat, juga dari keturunanku. Ya Tuhan kami, kabulkanlah doaku.” (Ibrahim: 40)

Kaum muslimin yang berbahagia.
Mungkin banyak di antara kita yang sekedar “mau” memiliki anak yang shaleh. Tapi siapa di antara kita yang sungguh-sungguh berdoa memintanya kepada Allah dengan kelopak mata yang berderai air mata? Siapa di antara kita yang secara konsisten menyelipkan doa-doa terbaiknya untuk keluarga dan anak-anaknya? Berikut ini beberapa hal yang sungguh-sungguh harus kita jalankan untuk mewujudkan impian “anak shaleh” tersebut:

Pertama, konsisten mencari rezki yang halal untuk keluarga : Dalam pandangan Islam, apa yang dikonsumsi oleh tubuh manusia akan berpengaruh terhadap perilakunya. Karena itu, Islam mewajibkan kepada setiap orangtua untuk memberikan hanya makanan halal yang diperoleh melalui harta yang halal kepada anak-anak mereka. Bahkan nafkah yang halal untuk keluarga akan dinilai sebagai sedekah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا أَنْفَقَ عَلَى أَهْلِهِ كَانَتْ لَه صَدَقَةً

“Sesungguhnya seorang muslim itu jika ia memberi nafkah kepada keluarganya, maka itu akan menjadi sedekah untuknya.” (HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh al-Albani).

Yang kedua, memberikan kasih sayang kepada anak tapi tidak memanjakannya : Pada hari ini, seiring dengan perkembangan teknologi yang nyaris tak terbendung, kita sudah tidak aneh lagi melihat anak-anak yang dibekali oleh para orangtua dengan peralatan-peralatan komunikasi yang bisa apa saja, termasuk mengakses tayangan-tayangan pornografi. Di samping dampak lain seperti kecanduan game dan semacamnya yang semakin merenggangkan hubungan komunikasi antara anak dan orangtua. Ini adalah satu contoh kasus di mana mungkin saja kita menganggap itu sebagai bukti kasih sayang kita kepada mereka.

Namun marilah memikirkan dengan jernih bahwa bukti cinta dan sayang kita yang sesungguhnya kepada mereka adalah dengan berusaha menyelamatkan mereka dari api neraka. Apakah Anda rela membiarkan anak-anak anda terpanggang di dalam kobaran api neraka? Apakah kita rela membiarkan anak-anak yang kita sayangi itu menjadi bahan bakar neraka Allah? Na’udzu billah min dzalik.

Kaum muslimin yang berbahagia.
Mengapa kita harus benar-benar serius merancang kehadiran anak shaleh di dalam rumah tangga kita? Menjawab pertanyaan itu, marilah merenungkan sabda Nabi SAW ini:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ: مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Apabila seorang insan meninggal dunia, akan terputuslah seluruh amalnya kecuali dari 3 hal: dari sedekah jariyah, atau dari ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang berdoa untuknya.”(HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh al-Albani)

Melalui hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan bahwa anak yang shaleh adalah investasi yang tak ternilai harganya. Anak yang shaleh adalah pelita yang tak padam meski kita telah terkubur dalam liang lahat. Anak yang shaleh adalah sumber pahala yang tak putus meski tubuh kita telah hancur berkalang tanah. Sebaliknya, anak-anak yang tidak shaleh kelak akan menjadi sumber bencana bagi kehidupan kita para orangtua di akhirat. Namun jika kita merasa gagal setelah mengerahkan upaya sungguh-sungguh untuk menghadirkan sosok anak shaleh dalam rumah kita, janganlah kita berputus asa kepada Allah Azza wa Jalla.

Dalam kondisi putus asa seperti itu, kita harus belajar dari kesabaran dan keteguhan Nabi Nuh as yang terus mengajak anaknya ikut bersamanya, meski kemudian anaknya memilih untuk durhaka kepada Allah Ta’ala hingga akhir hayatnya. Kesabaran juga hal paling mendasar yang harus kita miliki dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Maraknya kasus perceraian adalah bukti bahwa banyak orangtua yang egois memikirkan dirinya sendiri dan lupa bahwa anak-anak sangat membutuhkan sebuah keluarga yang utuh. Karenanya, bersabarlah karena Allah selalu bersama dengan orang-orang yang sabar.

وَٱلْعَصْرِ. إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَفِى خُسْرٍ . إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ  اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْم  فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا.

اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ.

اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ َ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ . رَبَّناَ لاَ تُزِغْ قُلُوْبَناَ بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَناَ وَهَبْ لَناَ مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ . رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ،  سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى اْلمُرْسَلِيْنَ وَاْلحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ ، وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .

عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ.

Penulis : Muhammad Nashir Syam
Wakil Sekretaris PCNU Ketapang

Lebih baru Lebih lama
.



.